... larangan penjualan minuman beralkohol tidak menurunkan jumlah korban meninggal dunia yang diakibatkan minuman oplosan...
Jakarta (ANTARA News) - Grup Industri Minuman Malt Indonesia (Gimmi) mengkhawatirkan larangan penjualan minuman beralkohol di bawah lima persen, di antaranya bir, di minimarket berdampak terhadap peredaran minuman keras oplosan.

"Kami sudah melapor ke Badan Kordinasi Penanaman Modal yang akan memfasilitasi untuk direspon," kata Executive Officer Gimmi, Bambang Britono, di Jakarta Senin.

Imbas lainnya, Britono mengatakan, penjualan minuman bir menurun sekitar 30 persen pada Februari 2015 setelah muncul Peraturan Kementerian Perdagangan mengenai larangan penjualan bir di minimarket yang diberlakukan mulai 16 April 2015.

Terkait hal itu, dia telah menemui BKPM sebagai lembaga induk penyalur pengaduan masalah bisnis dan penanaman modal.

Sementara itu Koordinator East Java Action, Rudhy Wedasmara, mengungkapkan penerbitan peraturan pemerintah pusat maupun daerah mengenai larangan penjualan minuman beralkohol tidak menurunkan jumlah korban meninggal dunia yang diakibatkan minuman oplosan di Indonesia.

Sejak 2013, menurut Rudhy terdapat 147 peraturan mengenai larangan dan pembatasan penjualan minuman beralkohol, namun angka kematian akibat minuman di Indonesia mencapai 18.000 orang per tahun.

"Sebelum peraturan itu diberlakukan, penjualan minuman keras oplosan tetap meningkat," ujar Rudhy.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerbitkan Permendag Nomor : 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol yang ditandatangani pada 16 Januari 2015.

Peraturan itu melarang penjualan minuman beralkohol di bawah lima persen di minimarket, minuman Golongan A itu hanya diizinkan dijual di supermarket atau hipermarket.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015