Meskipun, inflasi yang lebih rendah memberikan ruang untuk memangkas suku bunga acuan, BI akan tetap hati-hati melangkah."
Jakarta (ANTARA News) - DBS Research Group menilai terjadinya dua kali deflasi pada awal 2015, belum memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneternya secara agresif, dengan kembali menurunkan suku bunga acuan.

"Kami tidak memperkirakan bank sentral untuk beralih ke siklus pelonggaran moneter yang agresif untuk saat ini," kata Ekonom The Development Bank of Singapore (DBS), Gundy Cahyadi, melalui pesan elektronik terkait rilis indeks harga konsumen Februari 2015, di Jakarta, Senin.

"Meskipun, inflasi yang lebih rendah memberikan ruang untuk memangkas suku bunga acuan, BI akan tetap hati-hati melangkah," ucapnya menambahkan.

Gundy mengatakan banyak faktor yang harus diperhatikan Bank Indonesia, terutama nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah hingga hampir menyentuh Rp13.000 per dollar AS pada Senin ini. Kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak melemah sebesar 13 poin menjadi Rp12.943.

"Sejumlah faktor masih membutuhkan kehati-hatian ke depan, salah satunya adalah pelemahan terhadap rupiah," ujar dia.

Meskipun demikian, sinyal perbaikan fundamental ekonomi Indonesia sudah terasa.

DBS merevisi proyeksi inflasi Indonesia pada 2015 menjadi enam persen, dari sebelumnya 6,5 persen.

Rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Senin, menyebutkan deflasi Februari sebesar 0,36 persen dipicu penurunan harga bahan makanan dan rendahnya harga bahan bakar minyak (BBM). Secara tahunan (year on year), inflasi masih cukup tinggi, 6,29 persen.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015