Mataram (ANTARA News) - Sebanyak 40 persen dari 44 ribu hektare luas kawasan hutan yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat diperkirakan rusak diduga akibat ulah para penebang liar.

"Dari hasil pemantauan kami di lapangan, sekitar 40 persen hutan yang rusak parah, baik itu disebabkan adanya penebangan liar maupun perambahan hutan," kata Koordinator Pembina Pengamanan Hutan (Korbin Pamhut) KPH Rinjani Barat Agus Prayitno di Mataram, Rabu.

Diketahui, kawasan pengamanan wilayah KPH Rinjani Barat mencangkup dua wilayah kabupaten yakni Lombok Utara dan lombok Barat dengan jumlah luas kawasan mencapai 44 ribu hektare.

Dengan luasan tersebut, KPH Rinjani Barat terbagi dalam delapan wilayah kerja (resor) dengan jumlah tenaga pengamanan sebanyak 26 personel, dua diantaranya adalah polisi kehutanan, sedangkan sisanya merupakan tenaga honor yang tersebar di tiap resor.

"Ini salah satu yang menjadi kendala kami di lapangan, jumlah personel yang mengamankan kawasan hutan. Masih jauh dibawah standar pengamanan hutan", ucapnya.

Menurut Agus, standar ideal untuk pengamanan suatu kawasan hutan yaitu satu personel bertanggungjawab mengamankan hutan seluas 25 hektare. Sehingga, dengan kondisi seperti itu hutan dapat terjaga baik dari para penebang liar maupun melindungi kelestarian hutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut ia mengatakan, salah satu penyebab masyarakat terdorong melakukan penebangan liar karena tuntutan akan kebutuhan ekonomi dan kesejahteraannya.

"Masyarakat yang hidup di sekitar hutan sudah bergantung pada hasil hutan, sedangkan populasi penduduk semakin meningkat setiap tahun. Permasalahan itu yang harus dicari solusinya," kata Agus.

Terkait persoalan tersebut, Agus yang sudah bergelut puluhan tahun sebagai polisi kehutanan di NTB itu mengajak pemerintah daerah maupun SKPD terkait untuk membantu mencarikan solusi tepat dalam mensejahterakan masyarkat sekitar hutan.

"Dengan jumlah personel saat ini, tidak mungkin kami bisa menjaga dan melindungi hutan seutuhnya tannpa dukungan dan bantuan pihak terkait," ujar Agus.

Sebenarnya, kata dia, penangkapan bukan solusi dari persoalan yang tengah dihadapi di dalam hutan saat ini. Namun, yang perlu dilakukan adalah mempertanyakan kembali program pengelolaan hutan yang disusun untuk mensejahterakan masyarakat.

"Sudah tepat tidak program yang dicanangkan saat ini," ujarnya.

Hal itu dikatakannya karena melihat kondisi hutan lindung yang terus berkurang akibat adanya perambahan. "Perambahan tidak akan terjadi jika pemerintah memperhatikan program yang diterapkannya untuk memenuhi kebutuhan masyarkat," ujarnya.

Jika programnya tepat, masyarakat akan sejahtera dan urusan perambahan hutan maupun penebangan liar tidak akan terjadi lagi, bahkan pembukaan hutan lindung secara ilegal pun akan berkurang.

"Jadi peran seluruh pihak harus ikut menjaga hutan ini agar tetap lestari, saat ini saja jumlah mata air yang dihasilkan sudah jauh menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini cukup memperihatinkan kita," ucapnya.

Untuk itu, Agus mengharapkan kepada pemerintah dan seluruh instansi terkait, lebih memikirkan untuk kelangsungan hutan di NTB, terutama di Pulau Lombok.

"Hutan adalah sumber kehidupan dan kita sangat bergantung dengan kondisi hutan," kata Agus.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015