Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik putusan Hakim Amanda Woodcock di Pengadilan Distrik Wanchai, Hong Kong, yang memenangkan seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia, Erwiana Sulistyaningsih, dalam gugatannya terhadap majikan yang secara keji telah menyiksa dirinya dengan ganjaran hukuman 6 tahun penjara dan denda 15.000 dolar Hong Kong.

Seperti dikutip dari siaran pers Komnas Perempuan yang diterima ANTARA News, Selasa, putusan Hakim Woodcock sangat patut dicontoh dalam upaya penegakan hukum terkait kasus yang menimpa PRT di dalam dan luar negeri.

Hakim memperhatikan dan mempertimbangkan pengakuan atas kondisi tidak layak, serupa perbudakan, yang dialami oleh PRT migran di Hong Kong. Selain itu, Hakim juga melihat kewajiban PRT tinggal serumah dengan majikan justru membuat PRT rentan mengalami kekerasan, penyiksaan, dan praktik-praktik perbudakan.

Erwiana adalah satu dari sekian banyak PRT yang mengalami kekerasan dan eksploitasi, demikian disebut rilis Komnas Perempuan.

"Di Indonesia, contoh kasus yang sangat nyata adalah kasus perbudakan dan eksploitasi hingga mengakibatkan kematian dan hilangnya sejumlah PRT di Medan, serta kasus penyekapan PRT di Bogor, Bintaro, dan Tangerang Selatan,"  tulisnya.

Kemenangan Erwiana di pengadilan merupakan salah satu tonggak penting dalam upaya memutus impunitas pelaku kekerasan terhadap PRT. Itu sebabnya Komnas Perempuan mendorong agar penyelesaian kasus-kasus yang menimpa PRT dan pekerja migran menggunakan jalur hukum, agar impunitas bisa diputus tuntas.

Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015