Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto mengatakan parlemen di negara-negara Asia Pasifik sepakat meningkatkan perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi warga negaranya.

Kesepakatan itu dicapai dalam seminar internasional HAM di Manila, Filipina yang merupakan hasil kerja sama antara Inter-Parliamentary Union (IPU), Office of the United Nations High Commisioner (OHCHR), dan Senat Filipina.

Dalam seminar tersebut terungkap, parlemen memegang peranan yang sangat besar bagi upaya perlindungan dan pemajuan HAM di tingkat nasional.

Pemerintahan di masing-masing negara, katanya, sangat bergantung pada kerangka hukum yang dirumuskan parlemen sebagai rujukan untuk menerapkan HAM.

Tanpa hukum yang berbasis HAM, upaya pemajuan dan perlindungan HAM tidak memiliki dasar yang berarti.

"Parlemen perlu memberi dukungan dengan meningkatkan kualitas produk legislasi, pengawasan, hingga anggarannya. Parlemen harus terus mengupayakan kesesuaian hukum nasional dengan komitmen internasional yang telah disepakati melalui ratifikasi instrumen-instrumen internasional terkait HAM," kata Agus Hermanto, Jakarta, Rabu.

Agus Hermanto dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu founding members Dewan HAM dan sampai saat ini menjadi negara anggota Dewan HAM. Di Asia Tenggara, "Indonesia telah mendorong terbentuknya ASEAN Inter-governmental Commission on Human Rights (AICHR) yang saat ini merupakan satu-satunya mekanisme regional pemajuan dan perlindungan HAM," katanya.

Sementara itu, anggota Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSP) DPR RI, Nihayatul Wafiroh (FPKB) yang diminta menjadi moderator dalam sesi tentang pemajuan hak-hak perempuan, menyampaikan, isu-isu seperti KDRT, hak-hak reproduksi, ketidaksetaraan gaji, kesempatan menduduki posisi pemangku keputusan, gender stereotipe, akses terbatas bagi pemilikan properti dan aset produktif, masih menjadi tantangan bersama yang umum dihadapi perempuan di Asia Pasifik.

Sementara itu, Vanda Sarundajang (FPDIP) juga menyampaikan, saat ini DPR RI sedang membahas RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG).

Dalam perjalanannya, konsep gender yang diusung KKG menghadapi tantangan konstruksi sosial yang mengakar pada keberagaman adat, budaya, dan norma yang berlaku di masyarakat. Vanda berharap dapat berbagi pengalaman dan mendapat masukan dari refleksi pengalaman parlemen negara-negara lain dalam menghadapi tantangan serupa.

Penyelenggaraan seminar itu bertepatan dengan komemorasi 29 tahun Revolusi EDSA yang merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan HAM di Filipina.

Melalui revolusi damai, rakyat Filipina menumbangkan pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos dan menegakkan demokrasi di negaranya. Seminar ini bertajuk Translating international human rights commitments into national realities: the contribution of parliaments to the work of the United Nations Human Rights Council.

Seminar ini dihadiri 18 parlemen negara-negara Asia Pasifik yang menjadi anggota IPU, yaitu Afganistan, Bangladesh, Bhutan, Fiji, Filipina, Indonesia, Iran, Kamboja, Malaysia, Maldives, Myanmar, Micronesia, Pakistan, Palau, Papua Nugini, Samoa, Selandia Baru, dan Timor Leste.

Acara dihadiri pula badan-badan PBB yang membidangi HAM yaitu, OHCHR dan UN Human Rights. Selain itu hadir pula perwakilan institusi HAM nasional dan regional, dan perwakilan civil society organization antara lain Amnesty International, Freidrich Naumann Foundation for Freedom, dan Philippine Center for Islam and Democracy.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015