Jakarta (ANTARA News) - Masih ingat Mobnas, mobil nasional yang hingga kini masih mengundang kontroversi, apakah perlu dikembangkan atau tidak di Indonesia, di tengah sudah banyaknya industri otomotif dunia investasi di negeri ini.

Berbeda dengan Mobnas, Mebnas atau mebel nasional yang pernah dipopulerkan Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin pada kunjungan kerjanya ke Surakarta, Jawa Tengah, pertengahan Pebruari lalu, pasti akan mendulang dukungan bila serius dikembangkan.

Apalagi industri mebel sebagian besar merupakan usaha kecil dan menengah (UKM). Selain itu investasinya pun tidak terlalu besar seperti Mobnas yang memerlukan teknologi canggih dan terkini agar bisa bersaing di pasar global.

Investasi Mebnas lebih pada kehandalan membuat karena banyak mebel yang daya saingnya tinggi merupakan produk buatan tangan (handmade) seperti ukiran, kemampuan desain, dan jaminan pasokan bahan baku.

Terkait bahan baku, Menperin Saleh Husin menilai, di situlah seharusnya kekuatan daya saing Indonesia, karena bahan baku utama seperti kayu dan rotan tersedia banyak di alam Nusantara ini.

Kombinasi pasokan bahan baku yang melimpah dan kehandalan membuat mebel dengan tangan seperti ukiran Jepara dan Bali yang terkenal, merupakan perpaduan yang kuat untuk bersaing di pasar internasional.

"Mulai sekarang kita bicara Mebnas saja, mebel nasional, jangan Mobnas lagi," kata Saleh Husin bercanda dengan para wartawan yang memberondonginya dengan pertanyaan seputar mobil nasional.


Dukungan

Sejak lima tahun terakhir kinerja industri mebel dan kerajinan yang masuk dalam kelompok industri barang kayu dan hasil hutan cenderung meningkat, meskipun berfluktuasi.

Berdasarkan data BPS yang diolah Kemenperin, pada 2009 kelompok industri barang kayu dan hasil hutan lainnya masih mengalami minus 1,38 persen dan baru mengalami pertumbuhan positif pada 2011 menjadi 0,35 persen dan 6,18 persen pada 2013.

Bahkan sampai September 2014 pertumbuhannya menyentuh angka 7,27 persen dan menjadi kontributor kedua terbesar terhadap pertumbuhan industri secara nasional (5,3 persen), setelah kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencapai 8,80 persen.

Dengan kontribusi yang cukup besar, adalah wajar bila kelompok industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, yang didominasi oleh industri mebel dan kerajinan, mendapat perhatian khusus pemerintah cq Kemenperin.

"Industri mebel merupakan salah satu industri prioritas yang akan kami kembangkan," ujar Menperin Saleh Husin.

Oleh karena itu, pihaknya akan mengupayakan jaminan ketersediaan bahan baku utama, seperti kayu dan rotan, untuk kebutuhan industri tersebut.

Komitmen dukungannya itu dinyatakan secara tegas, dengan menolak rencana ekspor kayu log yang tengah diwacanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). "Saya akan berkoordinasi dengan Menteri LHK agar jangan ekspor kayu log, karena tidak memberi nilai tambah yang besar," ujar Saleh Husin.

Apalagi industri mebel bakal semakin dikembangkan dan menjadi salah satu industri prioritas dalam program hilirisasi yang merupakan salah satu quick wins Kemenperin dalam lima tahun ke depan.

"Jadi jangan sampai membuat aturan yang bisa mematikan industri di dalam negeri. Jangan hanya ingin uang cepat, bersabar sedikit, agar ada nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar buat negeri ini," pintanya.

Ia berjanji akan membantu industri mebel nasional agar bisa berkembang lebih pesat. Kemenperin sendiri telah memiliki sejumlah sarana dan prasarana untuk membantu industri tersebut seperti pelatihan dan bantuan alat melalui unit pelayanan teknis (UPT) yang tersebar di sejumlah daerah, klinik Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).

"Kami memberikan pelatihan dan pembinaan sesuai dengan kebutuhan dan mesin yang ada unit pelayanan teknis (UPT) kami," kata Dirjen Industri Kecil (IKM) Kemenperin Euis Saedah.

Selain itu, lanjut dia, Kemenperin juga memberi bantuan pendampingan dan pembiayaan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) guna meringankan IKM memenuhi standar ekspor mebel dan kerajinan kayu terutama ke Eropa.

"Tahun 2014, kami mengeluarkan sekitar Rp1,5 miliar membantu pembiayaan SVLK," ujar Euis yang memperkirakan tahun 2015 mengucurkan dana sekitar Rp2 miliar untuk hal yang sama.


Buka Pasar

Sementara itu, IKM Mebnas sendiri nampaknya juga tidak diam. Mereka berusaha untuk terus mengembangkan diri, tidak hanya mengincar pasar domestic yang relative besar, namun juga ekspansi pasar ekspor.

Salah satu industri Mebnas yang terbilang modern dan sukses adalah PT Wisanka di Klaten, Jawa Tengah. Pemiliknya yang juga merupakan pengurus Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (ASMINDO) JB Susanto SB. Ia menggandeng anak-anak muda, lulusan desain dari perguruan tinggi di dalam dan luar negeri untuk bergabung di perusahaannya.

Tidak itu saja, ia juga mengembangkan kerja sama dengan perajin mebel kecil di sekitarnya. Bahkan Susanto juga mengembangkan merek mebel sendiri dengan nama "Piguno."

"Kami tidak lagi menjadi penonton. Dari OEM (original equipment manufacturing) atau tukang jahit, kami menjadi ODM (original design manufacturing), kemudian menjadi OBM (original brand manufacture)," kata salah satu desainer Wisanka, Joshua Simandjuntak.

Hanya dengan memiliki desain dan merek sendiri, menurut dia, posisi tawar industri Mebnas bisa lebih tinggi, karena desain mebel tertentu misalnya ada ditempatnya bekerja. "Jadi ketika ketemu buyers (para pembeli asing) kami tidak lagi sekedar negosiasi harga, karena desainnya hanya ada di sini," ujar lulusan Ravensbourne Collage of Art and Desain di Kent, Inggris itu.

Untuk mendapatkan pembeli asing dari mancanegara yang lebih luas, Wisanka juga menerapkan strategi pintu seribu, yaitu membuat sejumlah website dan pemasaran online yang bisa diakses para calon pembeli di berbagai negara. Kini tidak kurang dari 30 kontainer mebel per bulan diekspor UKM itu ke lebih dari 100 negara.

Secara nasional kinerja ekspor industri mebel diperkirakan menembus angka lebih dari dua miliar dolar AS. Berdasarkan data BPS yang diolah Kemenperin, pada Januari-Oktober 2014 total ekspor kelompok industri pengolahan kayu (yang termasuk di dalamnya adalah industri mebel dan kerajinan kayu) mencapai 4,35 miliar dolar AS naik 12,43 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,87 miliar dolar AS.

Industri mebel nampaknya semakin menarik, terutama bagi asing, yang terlihat dari data BKPM yang diolah Kemenperin, bahwa pada Januari-September 2014, jumlah Penanaman Modal Asing (PMA) di industri kayu melonjak 99,09 persen menjadi 55,7 juta dolar AS dengan 49 izin usaha dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 28 juta dolar AS dengan 41 izin usaha.

Namun, sayangnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di industri kayu tersebut justru anjlok 75,96 persen pada Januari-September 2014 menjadi Rp75,2 miliar dengan 14 jumlah izin usaha. Mudah-mudahan hal itu, bukan karena pengusaha nasional mulai menyerah dengan berbagai kesulitan di industri mebel, seperti pasokan bahan baku kayu dan rotan yang sulit atau pengurusan SVLK yang berbelit-belit.

Ayo majukan industri Mebnas, mebel nasional kita! Jangan sampai asing menguasai industri mebel yang akan semakin punya daya saing tinggi seiring dengan komitmen pemerintah mendukung industri tersebut.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015