Probolinggo (ANTARA News) - Anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan Komisi XI segera memanggil Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan untuk menanyakan penyebab terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

"Komisi XI akan memanggil Kementerian Keuangan, BI, OJK pada masa sidang III 2014-2015 untuk mempertanyakan apa penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar," kata Misbakhun di Probolinggo, Jumat.

Dia mengatakan pemerintah harus menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah itu karena berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional terutama kegiatan ekonomi masyarakat.

Menurut dia pemerintah harus menjelaskan apa langkah konkret yang sudah diambil untuk mengatasi gejolak tersebut.

"Bentuk stabilisasi dan langkah apa yang dilakukan pemerintah selanjutnya agar tetap pada asumsi nikai tukar rupiah pada APBN 2015 yaitu Rp12.500," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa pemerintah harus mentaati asumsi nilai tukar rupiah tersebut karena sudah tercantum dalam UU APBN 2015.

Misbakhun mengatakan pemerintah tidak bisa begitu saja menganggap remeh tingginya nilai dolar terhadap rupiah karena mempengaruhi psikologis pasar.

Dia menjelaskan sebaiknya pemerintah tidak mengeluarkan pernyataan yang terkesan hanya mendinginkan suasana di masyarakat namun harus melakukan langkah konkret untuk mengatasinya.

"Saya sudah komunikasi dengan Ketua Komisi XI DPR RI (Fadel Muhammad), dan beliau setuju untuk memanggil pemerintah," katanya.

Wakil Sekjen Partai Golkar itu mengatakan nilai dolar Amerika Serikat yang sudah melebihi Rp13.000 bukan hanya melewati nilai keekonomian namun juga menjadikan kurs rupiah sudah terlalu rendah.

Dia menegaskan BI sudah semestinya melakukan intervensi pasar dengan melepas cadangan USD yang dimiliki sehingga nilai tukar rupiah kembali pada nilai yang wajar.

"Kalau perlu diminta mereka menjadwal ulang kewajiban valuta asing dan minta melakukan pembayarannya menggunakan mata uang rupiah atas kewajiban valasnya," katanya.

Dia juga menganjurkan BI segera melonggarkan aturan batas pemberian kredit di sektor perumahan, maupun motor dan mobil yang lebih dikenal dengan kebijakan LTV atau loan to value.

Hal itu menurut dia dengan longgarnya aturan kredit maka pertumbuhan ekonomi bisa terjaga dan meningkat.

"Dengan melonggarkan aturan makan kurva yang menurun dan lesunya gairah pertumbuhan ekonomi bisa diangkat kembali," ujarnya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015