Sleman (ANTARA News) - Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta mulai memugar satu dari 224 candi perwara atau bangunan candi yang mengelilingi candi utama di kompleks Candi Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Dalam pemugaran candi perwara ini kami memprioritaskan penggunaan material asli, sehingga untuk mencegah kerusakan bebatuan, kami menghindari penggunaan bahan kimia seperti semen untuk perekat batu," kata Kepala Seksi Perlindungan Pengembangan dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta Wahyu Astuti didampingi staf arkeolog Yoses Tazaq, Minggu.

Ia menjelaskan, sentuhan teknologi modern digunakan untuk menguatkan struktur dan susunan batu-batu candi yang sudah tua dan lapuk.

"Sentuhan modern itu seperti penggunaan angkur atau besi berlapis antikarat yang ditancapkan pada ke dua sisi batu bagian dalam, karena pen asli batu sudah rusak dan keropos," katanya.

Ia mengatakan penggunaan alat modern dalam pemugaran candi sudah dilakukan dari lama, sejak pemerintah Belanda memperbaiki Candi Prambanan.

"Namun terus dikembangkan agar semakin lebih baik dan tidak merusak batu maupun struktur dan susunan aslinya," katanya.

Sebelumnya kuningan digunakan sebagai pengunci sambungan antar-batu. Namun meski tidak mudah berkarat, kuningan jadi mudah patah.

"Pemasangan angkur untuk mengunci satu batu dengan batu yang lain ini pun tidak semuanya. Hanya yang sangat rawan sekali jatuh, ketika ada suatu goncangan atau gempa bumi bisa tetap aman," katanya.

Selain memakai angkur, larutan yang dibuat dari campuran bubuk batuan alami seperti zeolit, gamping, serta pasir digunakan untuk merekatkan susunan batu-batu candi.

"Semuanya dihaluskan, menjadi seperti tepung dan diinjeksikan ke batu yang sudah retak atau untuk perekat antar batu juga. Larutan bebatuan alami tersebut digunakan untuk mengganti semen yang biasa digunakan," katanya.

Menurut dia, metode itu digunakan untuk meminimalkan penggunaan bahan kimia dalam pemugaran  candi seperti yang disarankan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

"Kami tidak lagi memakai semen. Karena semen itu sangat berbahaya, ketika larut, bahan kimianya bisa merusak batu candi. Sementara, larutan alami dari bebatuan ini mempunyai keunggulan. Yaitu ketika ada goncangan, juga akan ikut bergoyang dan tidak menyebabkan bebatuan pecah," katanya.

Wahyu Astuti mengatakan, saat ini proses pemugaran satu candi perwara masih dalam tahap pembongkaran. Pemugaran candi dengan dana sampai Rp1,2 miliar itu ditargetkan rampung tahun ini.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta juga sedang melakukan studi teknis dan kelayanan untuk pemugaran 224 candi yang mengitari candi utama Prambanan.

Saat ini dari seluruh candi perwara di Prambanan, baru dua yang sudah kembali berdiri dan itu pun pemugarannya dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Hindia-Belanda pada masa penjajahan Belanda.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015