Semarang (ANTARA News) - PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi IV Semarang menyosialisasikan rencana pembangunan jalur rel dari Stasiun Tawang menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

"Kami memanggil 17 warga yang bangunan rumahnya akan terkena proyek pembangunan lahan peti kemas dengan total luasan lima hektare," kata Kepala Humas PT KAI Daops IV Semarang Suprapto di Semarang, Senin.

Menurut dia, setidaknya ada dua proyek penting untuk memperlancar arus pengiriman logistik dari Pelabuhan Tanjung Emas yang dikerjakan, yakni membuka jalur rel khusus dan lahan peti kemas untuk pendukung.

Jalur rel khusus, kata dia, akan membentang sepanjang tiga kilometer yang tentunya perlu didukung dengan fasilitas lahan peti kemas yang akan dikelola oleh KA Logistik yang menjadi anak perusahaan PT KAI.

Oleh karena itu, ia mengatakan 17 warga yang menempati lahan milik PT KAI, tepatnya di KM 00+700 Emplacement Semarang Tawang dipanggil untuk mengikuti sosialisasi mengenai rencana pembangunan proyek itu.

"Pada Februari lalu, sudah ada penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Jakarta, antara Direktorat Jenderal Kelautan, PT Pelindo III, dan PT KAI Daops IV Semarang untuk segera membangun proyek itu," katanya.

Estimasinya, kata dia, beban angkutan jalan raya akan berkurang sekitar 30 persen dan memangkas arus logistik menjadi tujuh jam dari 10 jam waktu tempuh jalan raya bila jalur rel khusus tersebut dioperasikan.

Ia berharap, proses penertiban lahan untuk mendukung pembangunan dua proyek besar itu dapat terselesaikan tahun ini, sedangkan sekarang ini masih dilakukan pemetaan lahan yang terdampak proyek.

Berkaitan dengan tali asih kepada 17 warga yang terkena dampak proyek, ia mengatakan akan dilakukan pembayaran disesuaikan dengan aturan, yakni warga yang rumahnya permanen dan semi-permanen.

"Bagi warga yang memiliki bangunan permanen akan mendapatkan tali asih untuk pembongkaran bangunan sebesar Rp250 ribu/meter persegi, sementara yang semi-permanen Rp200 ribu/meter persegi," kata Suprapto.

Salah satu warga, Endang Handayani (47), mengaku sebenarnya menyesalkan adanya pembongkaran yang terlalu cepat, padahal belum mempunyai rencana untuk berpindah tempat tinggal.

"Lahan saya terkena sekitar 10 meter. Sebagai warga yang menempati lahan milik PT KAI, kami menyadari harus siap pindah kapan saja. Namun, waktunya ini terlalu mepet," kata warga yang menghuni sejak 1994 itu.

Namun, Endang bersama 16 warga lainnya tetap menyetujui pembayaran uang tali asih melalui rekening salah satu perusahaan perbankan yang telah disediakan oleh PT KAI dengan menandatangani persetujuan.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015