Jakarta (ANTARA News) - Alkisah Krishna berkata kepada Arjuna, "Camkanlah saya, Arjuna! Jika saya berhenti bekerja sekejap saja maka seluruh alam semesta akan sirna juga. Saya tidak ingin menganggap remeh makna bekerja. Sayalah Dewa, tetapi mengapa saya masih harus bekerja? Karena saya mencinta dunia ini."

Nukilan klasik Bhagavid Gita itu mengisahkan Dewa Krishna yang menghargai pekerjaan sebagai wujud kecintaan kepada dunia.

Dengan bekerja, manusia dituntut untuk lepas dari segala yang melekat kepada hasil. Bekerja semata-mata melayani sesama dengan memberi lebih lebih dulu tanpa menanti aksi balasan dari orang lain.

Kini ia menjabat sebagai penasehat CEO dan Director Thai Lion yang berkedudukan di Thailand, Bangkok. Sejak April 2014, ia mengemban tugas itu sebagai "sebuah kontribusi bagi orang lain" di dunia layanan penerbangan di negeri Gajah Putih.

Bermodal segudang pengalaman di bidang perencanaan pemasaran dan analisis keuangan di bidang penerbangan, ia salah satu putra Indonesia yang ingin mengukuhkan diri sebagai sosok yang eksis di kawasan regional, baik di Thailand maupun di Malaysia.

Di Malaysia, ia pernah mengemban tugas sebagai Direktur Produksi di maskapai Malindo, sebuah maskapai yang menginduk kepada Lion Air. Tugasnya itu ia emban dalam hitungan bulan, Mei 2013 sampai April 2014.

Dia Darsito Hendro Seputro, yang memiliki kualifikasi sebagai Line Captai Boeing 737 NG. Gaya bicaranya blak-blakan bergaya jawa timuran. Kesan itu dapat tertangkap ketika bersama dengan sejumlah stafnya, ia menyambut sejumlah wartawan dari media nasional yang berkunjung ke Bangkok.

Bertempat di Asiatique, sebuah kompleks pergudangan di akhir abad ke-20 di pinggir sungai Chao Phraya yang disulap menjadi puluhan rumah makan dan pertokoan, ia menyambut para tamu dengan gelaran aneka santapan khas Thailand, dari sop Tomyam dengan cita rasa asam-asam pedas isian udang gendut, sampai teh khas Thailand dan es kepala muda sebagai hidangan paripurna.

Seiring lintas Bangkok masa silam, keramahan tuan rumah membuka kebekuan dengan tegur sapa dan sesekali tawa. "Silakan, silakan, silakan. Anda memulai lebih dulu saja. Saya ingin memastikan bahwa tamu lebih dulu menyantap makanan-makanan ini," kata Darsito.

Makan malam di pinggir sungai Chao Phraya sesekali ditingkahi oleh hilir mudik anak muda yang ingin melewati kelam malam dengan tawa canda sarat ceria.

Sebagai tuan rumah, punggawa Thai Lion Air memulai sebuah penyambutan ucapan selamat datang dengan tangan terbuka dalam sebuah makan malam. Dalam budaya lintas bangsa, gelaran makan malam memuat dan menyiratkan keinginan untuk mengikat sebuah kolaborasi kerja merajut masa depan sarat optimisme.

Malam makin larut. Deburan ombak dari hempasan hilir mudik satu dua kapal penumpang yang melintas sungai Chao Phraya sudah jarang terdengar. Puluhan pramusaji sudah menarik dan membereskan piring dan gelas dari meja-meja tamu.

Gelas-gelas sudah tidak lagi dijejali dengan rasa manis-manis segar hidangan minuman. Yang tersisa tinggal ucapan denting-denting bisik-bisik "Selamat malam."

Bangkok layaknya pinggan yang mewadahi mereka yang ingin menjejak waktu dan mengisi "hidup dengan huruf besar".

Bangkok tidak sebatas tawaran pernik-pernik gemerlap hiburan malam yang melenakan hati memanjakan dewi Amor bergincu merah. Bangkok juga mengundang mereka yang ingin bersungguh merayakan kerja dengan satu makna tunggal yakni melayani.

Melayani, di kota Bangkok, mengusik dan memotivasi Darsito, yang menyabet gelar strata dua dalam bidang bisnis manajemen penerbangan dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Melbourne, untuk membingkai kerja dengan hati.

Bekerja dengan hati sejatinya melayani, begitu sebaliknya. Bertempat di kantor Thai Lion Air, di komplek Bandara Internasional Don Mueang, Darsito ditemani oleh Executive Managing Director, Andi Burhan Dwi Armein. Jumat pagi jelang siang (6/3), keduanya memberi keterangan mengenai ziarah awal beroperasinya maskapai itu di Bangkok untuk membuka sejumlah rute penerbangan regional.

"Situasi yang kami hadapi layaknya ayam dan telur. Mau membuka rute penerbangan baru di sini, otoritas pemerintah setempat menanyakan alamat domisili. Waktu itu, justru kami belum punya domisili kantor yang tetap," kata Darsito.

"Setelah berjibaku dengan waktu, kami membuka kantor dengan bertempat di sebuah hotel, sebelum kami menempati kantor di salah satu ruangan di komplek Bandara Don Mueang. Untuk memasang plang nama saja, kami berpikir seribu kali, karena kami belum memperoleh ijin dari otoritas setempat."

Seiring perjalanan waktu mengikuti denyut dinamika birokrasi pemerintah setempat, Darsito bersama dengan empat sampai lima personel lokal membuka rintisan pembukaan kantor perdana Thai Lion Air. Kendala soal biasa, yang tidak biasa, melawan keinginan diri sendiri untuk cepat-cepat mengubur cita-cita menjadi maskapai penerbangan terbesar di kawasan regional yang menerapkan konsep layanan penerbangan bertarif rendah (LCC).

Bekerja sejatinya melayani. Untuk memberi kerangka kepada kredo itu, satu per satu ijin operasi diurus kemudian diabdikan bagi layanan sejumlah rute penerbangan. Setelah menerima sertifikat operasi penerbangan (AOC) dan lisensi operasi penerbangan (AOL) dari Kementrian Perdagangan dan Transportasi Thailand, akhirnya Thai Lion Air melakukan penerbangan perdana dari Don Mueang ke Chiang Mai pada 4 Desember 2013.

Diselingi gelak tawa di ruang rapat kantor perusahaan penerbangan itu, Darsito mengurutkan sejumlah capaian. Dari jumlah personel yang mencapai 1.650 orang per Februari 2015, sampai asa ekspansi untuk membuka rute dan destinasi baru.

Pada 2015, dari Bandara Don Mueang, pesawat-pesawat perusahaan itu akan menerbangi sejumlah rute yang mencakup Tiongkok, Singapura, Chiang Rai, Ubon Rachathani, Trang, Khon Kaen. Untuk itu, perusahaan sedang memproses kedatangan sebanyak 11 Boeing 737-900ER. Itu artinya, ada 20 pesawat terbang pada 2015.

Keseluruhan armada pesawat itu melayani 60 jadwal keberangkatan dan delapan tujuan, untuk mengangkut sekitar 10.000 penumpang per hari. Rincian-rincian itu bersumber dari oase yang dilabel dalam tingkat keterisian (load factor) yang mencapai 82 persen dengan rata-rata kinerja ketepatan waktu (on-time performance=OTP) mencapai 92 persen. Dan jumlah penumpang yang diangkut mencapai 1,8 juta orang pada 2014.

"Optimisme itu didasari oleh keinginan masyarakat di sini yang menyukai wisata. Peluang ini kami tangkap dengan semangat melayani sebaik-baiknya dengan dipandu oleh pakem dasar, yaknu bisnis adalah bisnis," kata Darsito menegaskan.

"Semuanya bermuara kepada niatan besar mengangkut lebih banyak penumpang tanpa mengabaikan aspek keamanan dan kenyamanan penumpang. Kami hanya ingin melayani dengan sepenuh hati. Kami tidak main-main dengan aspek keamanan. Kami siap diaduit oleh otoritas di sini."

Apakah kasus "delay" yang menimpa maskapai Lion Air beberapa pekan lalu di Indonesia mempengaruhi citra Thai Lion Air? Darsito menjawab, "Kasus itu memang sempat dimuat di harian Bangkok Post, tetapi tidak terlalu berpengaruh di masyarakat sini, karena mereka umumnya teredukasi dengan baik."

Kini, kredo anyar Thai Lion Air yakni melayani, melayani, melayani!
(T.A024)                               

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015