Jakarta (ANTARA News) - Mufti Besar Australia Ibrahim Abu Mohamed pada Rabu menemui Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk membicarakan eksekusi hukuman mati terhadap dua terpidana mati dari negaranya.

Ulama itu berdialog dengan Menteri Agama agar mempertimbangkan pemberian maaf kepada dua warga negara Australia yang dihukum mati dalam kasus narkoba, anggota kelompok "Bali Nine", Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

"Pemberian maaf adalah simbol akan ketinggian moral keagamaan dan langkah mulia yang dijunjung tinggi oleh semua ajaran agama di atas muka bumi, khususnya Islam," kata Ibrahim di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu.

Dia mengaku hanya menyampaikan masukan kepada Menteri Agama.

"Kami sampaikan kami menghormati kedaulatan Indonesia dan tidak ingin mencampurinya dan tidak akan mengomentari ketentuan yang berlaku," kata Ibrahim.

Ibrahim memahami perasaan masyarakat dan pemerintah Indonesia tentang kejahatan terkait narkoba yang telah merengut banyak korban jiwa.

Dia juga mengatakan bahwa korban jiwa akibat narkoba sama besarnya dengan kehilangan semua harta dunia.

Menteri Agama Lukman Hakim mengatakan akan segera melaporkan kunjungan ulama Australia itu kepada Presiden Joko Widodo.

"Kami terima grand mufti dari Australia dan ini sesuatu yang menggembirakan serta kami syukuri. Kami berdiskusi, salah satunya terkait hukuman mati dengan hukum peradilan Indonesia menghukum warga negara Australia," katanya.

Namun dia menegaskan bahwa sebagai bagian dari lembaga eksekutif dia tidak bisa mencampuri keputusan hukum.

"Pemerintah Indonesia ikut merasakan apa yang dirasakan pemerintah dan masyarakat Australia yang warganya dijatuhi hukuman mati. Kami harap Australia dan masyarakatnya bisa memahami putusan hukum itu," katanya.

"Dua negara, Indonesia-Australia, sejak lama sudah bersinergi, kerja sama pemerintah ke pemerintah dan masyarakat ke masyarakat. Maka mudah-mudahan kasus ini tidak mengganggu pemerintah di kedua negara," demikian Menteri Agama.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015