Kami sedang menunggu `eminent person` dari Indonesia yang boleh kami lihat sebagai `point of reference` untuk kemantapan isu budaya dan bahasa,"
Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zahrain Mohamed Hasyim menemui Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Kamis, guna membahas sejumlah kerja sama bilateral kedua negara.

"Kami sedang menunggu eminent person dari Indonesia yang boleh kami lihat sebagai point of reference untuk kemantapan isu budaya dan bahasa," kata Dubes Zahrain di Istana Wakil Presiden Jakarta.

Dia mengatakan Pemerintah Malaysia menyambut baik upaya peningkatan kerja sama bilateral tersebut guna memantapkan isu bahasa dan budaya Indonesia-Malaysia.

"Saya bergembira sebab telah mendapatkan persetujuan Pak Jusuf Kalla untuk menengahkan icon guna memainkan peranan sebagai eminent person of Indonesia," jelasnya.

Selain itu, kedatangan Dubes Zahrain ke Kantor Wapres juga membicarakan mengenai investasi di antara kedua negara, dengan berupaya mendatangkan sejumlah pemilik perusahan Malaysia ke Indonesia untuk melihat kondisi potensi bisnis di Indonesia.

"Kami sedang dalam perancangan untuk membawa beberapa CEO dari Malaysia datang ke Indonesia. Saya juga telah bicara dengan Pak JK, antara Pak JK dengan Pak Presiden," jelasnya.

Rencana kedatangan para pengusaha Malaysia itu untuk menyasar bisnis di sektor maritim, pelabuhan, infrastruktur, listrik dan energi.

"Kedatangan itu khususnya untuk menerangkan kepada para CEO supaya mereka lebih memahami tentang dasar-dasar dan peraturan yang telah dijelaskan Presiden Jokowi, khususnya di bidang Maritim," jelasnya.

Menyangkut upaya penguatan kemaritiman di Tanah Air, Zahrain mengaku menghormati upaya Pemerintah Indonesia dalam menggalakkan peraturan terkait penangkapan kapal yang secara ilegal mencari ikan di perairan Tanah Air.

"Di Malaysia pun kami juga menenggalamkan kapal, tapi tidak dengan meletupkan (penembakan, red.) melainkan tebuh lubang. Tetapi itu masih harus melalui proses undang-undang, sebab kami tidak ikut cara dzalim untuk menghukum karena untuk menghukum harus melalui proses UU yang ditetapkan, melalui mahkamah keadilan," ujarnya.



Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015