Jakarta (ANTARA News) - Pakar komunikasi Emrus Sihombing menilai ada kepentingan politik dibalik perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Dewan Perwakioan Rakyat Daerah (DPRD).

"Tidak ada fenomena politik maupun hukum yang berdiri sendiri, termasuk pemilihan kata siluman memiliki makna ganda. Karena kata siluman adalah pernyataan politis atau semacam ada agenda yang terselubung," ujar Emrus dalam Diskusi Publik bertajuk Konflik Gubernur DKI Jakarta Vs DPRD: Benarkah Hanya Masalah Anggaran Siluman?, di Jakarta, Kamis.

Kata siluman, sambung dia, memilki turunan makna yang bersayap lebih dari sekedar penyelewengan anggaran. Pemakaian kata siluman sudah memberi isyarat yang sangat jelas yang disasarkan kepada seseorang atau kelompok. Sehingga fenomena yang terjadi tidak bisa dilepaskan dari yang melingkupinya.

"Jadi, tidak tertutup ada agenda besar di belakang perseteruan dintaranya," ungkap Emrus.

Emrus menjelaskan, perseteruan Ahok dan DPRD harus segera dimediasi ulang. Tetapi, pihak yang menengahinya harus seseorang yang memiliki pengaruh setara diantara kedua belah pihak.

"Mungkin presiden atau wakil presiden paling tepat untuk memainkan peran mediasi," katanya.

Selain itu, dibutuhkan juga kemampuan komunikasi dan menawarkan sebuah solusi.

Konflik Ahok dan DPRD DKI bermula dari temuan anggaran siluman dalam APBD DKI 2014. Ahok pun melaporkan temuan itu ke KPK yang membuat DPRD DKI berang.

Sementara itu, Ketua umum forum pemuda Betawi, Rahmat HS menyatakan publik tidak boleh terus menerus dibohongi. Khususnya kami sebagai masyarakat betawa tidak mau menjadi bahan tipuan oleh siapapun.

"Dalam sepekan ini kita dibuat bingung, siapa sebenarnya diduga menyalahgunakan anggaran DKI Jakarta itu," katanya.

Rahmat menilai perlu ada forum agar keduanya berbicara apa adanya berbicara hati ke hati.

(I025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015