KPK jadi tersandera karena penundaan pemeriksaan BW dan AS hanya diulur-ulur sampai masa jabatannya pada Desember 2015 berakhir."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sedang dalam periode pendinginan setelah mengalami kisruh dengan Polri.

"Ada kesepakatan yang bagus ya, cooling down-lah," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain pada Jumat 13 Maret.

Dua hari sebelumnya, Wakil Kepala Polri Komisaris Jendral Pol Badrodin Haiti menyatakan pemeriksaan pimpinan KPK non-aktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto akan ditunda sesuai surat permohonan  pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki.

Ruki dalam suratnya meminta penghentian pemeriksaan Polri terhadap para pimpinan KPK nonaktif dan para pegawai KPK.

Bareskrim Polri sudah menetapkan Bambang sebagai tersangka dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan Barat dugaan pemalsuan dokumen yang diadukan oleh seorang perempuan bernama Feriyani Lim.

Abraham juga menjadi tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan KPK yang dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Muhammad Yusuf Sahide oleh Bareskrim Polri.

Penyidik KPK Novel Baswedan juga menjadi tersangka kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan tewasnya seorang tersangka pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

Mereka dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri beberapa waktu setelah KPK menetapkan calon Kapolri (saat itu) Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Babak baru
KPK secara resmi melimpahkan penyidikan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan setelah kalah dalam praperadilan.

"Kasus Komjen BG (Budi Gunawan) yang ditangani KPK dan dinyatakan tidak sah oleh pengadilan diserahkan ke Kejaksaan. Kejaksaan akan melanjutkan ke Polri karena dinilai penangannya akan lebih efektif karena sudah pernah menangai kasus ini sebelumnya," kata Jaksa Agung HM Prasetyo pada 2 Maret 2015 di gedung KPK.

Kondisi KPK saat itu dirasa sangat tidak nyaman karena panggilan ke berbagai pegawai maupun pejabat KPK.

"Sementara situasi di KPK tidak nyaman karena ada panggilan-panggilan (ke Mabes Polri)," ungkap plt Pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo.

Pasca pelimpahan, sejumlah pihak menilai saatnya KPK dan Polri memulai babak baru dalam hubungan mereka sebagai sesama penegak hukum.

"Jadi KPK-Polisi sama-sama mengerem diri dan sama-sama menghormati masing-masing. Masing-masing, polisi juga harus berani memperbaiki diri, KPK juga diawasi. Ini kan tegang suasana. Kemarin sudah, setelah BG tidak dilantik sudah agak tenang suasananya," kata Buya Syafii Maarif yang merupakan Ketua Tim 9, tim khusus yang memberikan usulan kepada Presiden Joko Widodo mengenai konflik KPK-Polri, seusai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 10 Maret 2015.

Tim 9 khusus bertemu dengan Jusuf Kalla untuk menyamakan persepsi mengenai kriminalisasi dan upaya untuk menghentikan pelemaham KPK.

"Sekarang ada kecenderungan pelemahan posisi KPK, dan pemerintah sepakat proses pelemahan itu tidak mencari siapa yang memperlemah. Tapi proses pelemahan yang sedang terjadi dan ini harus kita bantu, kita harus hentikan, kita harus kembalikan supaya KPK kuat sebagai institusi," kata anggota Tim 9 Jimly Asshiddiqie.

Wapres Jusuf Kalla sendiri menegaskan tidak boleh ada tindakan kriminalisasi.

"Tidak boleh dikriminalisasi, apalagi KPK. Anda tidak punya soal kemudian diperiksa supaya anda salah, tidak boleh dikriminalisasi. Apalagi soal pelemahan KPK. Pelemahan KPK bisa terjadi dari luar, bisa dari dalam. Kalau pimpinannya berbuat tidak sesuai dengan moral, etika lemah juga KPK. Dari luar bisa juga memperlemah KPK kalau ada tindakan-tindakan di luar hukum," ungkap Jusuf Kalla.

Setelah bertemu dengan Jusuf Kalla, Tim 9 pun bertemu dengan lima orang pimpinan KPK pada 13 Maret 2015 dengan pembahasan yang mirip.

"Kami diskusi mengenai isu kriminalisasi dan langkah-langkah yang sekarang sudah menunjukkan penyelesaian walaupun tidak bisa secepat yang kita harapkan," kata Jimly di gedung KPK pada Jumat (13/3).

Jimly menilai bahwa penyelesaikan yang dilakukan saat ini bukan merupakan barter.

"Jangan pakai istilah barter supaya tidak disalahpahami. Ini penyelesaian. Kita sebagai bangsa tidak boleh terjebak dalam kasus Budi Gunawan, terjebak nama BW, AS, BG, tapi yang harus diselesaikan masalah bangsa negara supaya negara bangsa tidak tersendera kasus orang per orang," ungkap Jimly.

Saat ini menurut Jimly, KPK pun sudah dapat mulai fokus mengusut 36 kasus di tahap penyidikan.

"Ada 36 kasus yang ditangani KPK dan kami gembira mendengar Pak Ruki tadi menjelaskan bagaimana mereka tiap hari fokus melakukan ekspose minimal 2 perkara sehingga perkara-perkara yang sudah 1 tahun tidak diproses ini tidak berhenti hanya karena KPK tersandera satu kasus, kata Jimly.

Dengan demikian, tambahnya,a kepentingan bangsa dan negara dalam rangka pemberantasan korupsi harus dilanjutkan.

Hanya saja KPK memang dinilai masih perlu memperbaiki diri termasuk soal komunikasi ke publik.

"Tapi tentu masih banyak hal yang harus diperbaiki termasuk komunikasi publik. Boleh jadi perlu perbaikan supaya jangan disalahpahami," ungkap Jimly.

Namun ia menilai bahwa KPK sudah tepat dipimpin oleh pimpinan saat ini.

"Tidak ada orang yang lebih tepat untuk menduduki jabatan plt ini selain Pak Ruki karena dia ketua pertama, bagian pendiri KPK dan juga seorang jenderal polisi jadi tepat untuk membangun hubungn yg baik antara KPK dan polisi," jelas Jimly.

Sedangkan anggota tim 9 lain yaitu Imam Prasodjo dalam pertemuan yang sama berharap agar kasus BW dan AS tidak hanya ditunda tapi juga dihentikan.

"Kami berharap tidak hanya penundaan, kalau bisa dihentikan, tapi kan caranya bagaimana supaya jangan sampai hanya prosedurnya," kata Imam.

Kekhawatiran
Persoalannya tidak semua menyambut positif kondisi "cooling down" KPK saat ini, misalnya Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho.

"Penundaan (pemeriksaan) bukan yang diharapkan. Hal yang diharapkan adalah menghentikan perkara karena yang terjadi adalah penyanderaan. KPK jadi tersandera karena penundaan pemeriksaan BW dan AS hanya diulur-ulur sampai masa jabatannya pada Desember 2015 berakhir," kata Emerson.

Emerson menilai bahwa hal ini bukanlah "win-win solution".

"Yang dikhawatirkan ada upaya barter perkara dan dianggap sebagai win-win solution. Kasus BG dihentikan kemudian kasus AS dan BW dihentikan. Ini yang harus diwaspadai yaitu barter penanganan perkara. Kejaksaan jadi institusi yang dimanfaatkan jadi tempat penghentian perkara," tegas Emerson.

Bila kondisi tersebut benar terjadi maka menurut Emerson akan menjadi preseden buruk untuk kasus-kasus korupsi lain.

"Ini akan menjadi hal yang buruk untuk penanganan perkara dan muncul preseden di kemudian hari. Terjadi proses penyanderaan karena dengan hanya penghentian pemeriksaan maka kasus itu bisa dibuka kembali bahkan bisa membuat KPK tidak berkutik, ungkap Emerson.

Sebagai lembaga yang selalu kritis terhadap upaya penegakkkan hukum di bidang korupsi, Emerson juga menyatakan bahwa lembaganya pernah dilaporkan ke kepolisian hingga 8 kali karena sikap kritisnya tersebut.

"Kami sudah ada delapan pelaporan, tapi tidak ada yang terkait kasus BG," tambah Emerson.

Artinya masyarakat masih menunggu upaya penyelesaian jangka panjang antara KPK dan Polri agar tidak saling menyandera.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015