Khartoum, Sudan (ANTARA News) - Militer Sudan Selatan pada Senin (16/3) mengatakan telah menewaskan 130 gerilyawan dalam bentrokan selama dua hari di Negara Bagian Upper Nile, salah satu bentrokan paling sengit sejak pembicaraan perdamaian menemui jalan buntu.

Petempur gerilyawan itu setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar, kata Philip Aguer, Juru Bicara Angkatan Darat Sudan Selatan, kepada Xinhua melalui telepon.

Pasukan gerilyawan pengikut Riek Machar menyerang posisi Tentara Pembebasan Rakyat Sudan di sekitar Kota Kecil Renk di Negara Bagian Upper Nile, "tempat pasukan kami menghadapi mereka, dan setelah dua hari pertempuran, kami sepenuhnya memukul mereka mundur", katanya.

Juru bicara tersebut juga mengatakan sebanyak 14 prajurit Angkatan Darat tewas dan 17 orang lagi cedera dalam konflik tersebut.

Ia mengatakan pasukan pemerintah masih menyusuri daerah itu, dan memburu pasukan gerilyawan yang melarikan diri ke daerah terpencil di negara bagian tersebut, tempat sumur minyak penting berada, demikian laporan Xinhua di Jakarta, Selasa pagi.

Aguer juga kembali menyampaikan komitmen pemerintah pada kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani dengan gerilyawan, tapi menegaskan hak militer untuk membela diri jika menjadi sasaran langsung.

Pada 6 Maret, Lembaga Antar-Pemerintah bagi Pembangunan di Afrika (IGAD) menyatakan pembicaraan perdamaian antar-pihak yang bertikai di negeri tersebut guna mengakhiri lebih dari satu tahun pertumpahan darah di Sudan Selatan gagal akibat perbedaan pendapat yang masih ada.

Gerilyawan mengusulkan kedua Angkatan Bersenjata di Sudan Selatan digabungkan setelah pemilihan umum, yang dijadwalkan diselenggarakan 30 bulan setelah penandatanganan kesepakatan perdamaian, sedangkan Juba menolak gagasan tersebut.

Pemerintah juga menolak untuk menerima tuntutan gerakan gerilyawan mengenai 45 persen posisi di semua jenjang pemerintah selama masa peralihan yang diusulkan.

Sudan Selatan terjerumus ke dalam kerusuhan pada Desember 2013, ketika pertempuran meletus antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan pembelot yang dipimpin mantan wakil presiden Riek Machar.

Konflik tersebut berubah menjadi perang habis-habisan, dan kerusuhan menjadi bentrokan suku; suku Dinka asal Presiden Salva Kiir berhadapan dengan kelompok etnik Nuer asal mantan wakil presiden Riek Machar.

Bentrokan itu telah menewaskan ribuan warga Sudan Selatan dan memaksa tak kurang dari 1,9 juta orang meninggalkan rumah mereka.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015