Jakarta (ANTARA News) - Alam emosional kita memiliki kekuatan luar biasa untuk menentukan bukan hanya kesehatan jiwa, namun juga kesehatan fisik.

"Karakteristik positif seperti optimisme, vitalitas, pemaknaan dan kepuasan hidup subjektif sangatlah penting," kata psikolog Dr Scott Barry Kaufman dalam tulisannya di blog Scientific American terkait optimisme dan kesehatan jantung yang dilansir huffingtonpost.com pada Senin (16/3).

Sebuah badan penelitian yang sedang berkembang dalam Psikologi, obat-obatan dan kesehatan masyarakat menunjukkan manfaat kesehatan dari emosi positif dan efeknya terhadap kesehatan fisik.

Berikut lima emosi positif yang telah terbukti meningkatkan kesehatan fisik dan mencegah penyakit:

1. Optimisme bisa melindungi jantung

Jika biasanya kita menerjemahkan optimisme sebagai pandangan cerah atas masa depan, sebenarnya itu mencakup lebih dari itu. Emosi penuh harapan bertindak sebagai sebuah mekanisme penanganan masalah yang bisa membantu individual berhasil melalui tantangan-tantangan kehidupan dengan memelihara keyakinan bahwa hidup akan berhasil.

Sebuah badan penelitian yang sedang berkembang menunjukkan bahwa memanfaatkan kualitas tersebut dapat memiliki sebuah efek perlindungan bagi jantung. Berdasarkan sebuah review karya sastra 2012, sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan kepribadian optimistis memiliki risiko mengurangi serangan jantung.

Penelitian paling baru menemukan bahasa yang digunakan dalam Twitter dapat memprediksi kematian yang diakibatkan penyakit jantung-secara spesifik, bahasa yang berkaitan dengan optimisme dan ketahanan seperti "mengatasi", "lebih kuat", dan "Yakin", diasosiasikan dengan risiko kematian yang lebih rendah di dalam komunitas tertentu.

Optimisme menguntungkan bagi kesehatan fisik juga menjangkau lebih dari sekedar kesehatan jantung, salah satunya dalah meningkatkan fungsi sistem imunitas dan meningkatkan angka harapan hidup.

2. Kekaguman mengurangi penanda peradangan yang diasosiasikan dengan penyakit automimun

Mendaki melintasi lanskap alami yang indah, mendengarkan musik klasik atau berpartisipasi pada ritual keagamaan adalah beberapa pengalaman dalam hidup yang dapat membuat kita paling bahagia dan merasa hidup.

Penelitian menunjukkan bahwa menikmati karya seni, agama, dan filosofi adalah pengalaman umum yang dapat membangkitkan indera kekaguman-yang dapat merasakan takjub dan keterhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari kita.

Berdasarkan penelitian terbaru dari Universitas California di Berkeley, rasa kagum tidak hanya menyenangkan tapi juga sangat menguntungkan bagi kesehatan fisik dan mental seseorang.

Penelitian Berkeley menemukan mereka yang akhir-akhir ini mengalami kekaguman memiliki kadar cytokines yang rendah, sebuah penanda peradangan yang jika dalam kadar tinggi mampu berimplikasi pada berkembangnya penyakit autoimun dan masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung, Alzheimer dan depresi. Hal ini menunjukkan rasa kagum mampu meningkatkan kadar yang lebih sehat dari cytokines dan mampu menangkal penyakit.

"Daripada melihat orang-orang berjalan di taman atau ikut trip ke museum-museum untuk kesenangan, kami harap orang akan memandang pengalaman seperti ini sebagai salah satu upaya penting untuk meningkatkan kesehatan tubuh mereka di samping kesehatan jiwanya," kata salah satu pengarang dalam penelitian, Dr Jennifer Stellar.

"Melakukan pengalaman-pengalaman positif seperti tersebut di atas dalam kegiatan rutin sehari-hari bisa saja lebih penting bagi kesehatan dari apa yang sebelumnya kita tahu."

3. Welas asih dan peduli pada sesama meningkatkan fungsi saraf vagus

Welas asih-sebuah perhatian penuh kasih sayang bagi kesejahteraan orang lain-dapat membuat kita merasa positif terhadap diri kita sendiri dan orang lain, dan mungkin saja meningkatkan kesehatan fisik kita, setidaknya dalam satu cara yang penting.

Psikolog positif Barbara Frederickson telah melakukan penelitian atas dampak meditasi kebaikan dan cinta, sebuah praktik tradisional penganut Budha yang meliputi meditasi atas cinta dan menyalurkan welas asih pada diri sendiri dan grup besar yang terdiri dari orang-orang. Barbara menemukan hanya dalam enam minggu melakukan itu dapat berdampak pada saraf vagus, yang terbentang dari batang otak ke jantung, membantu meregulasi emosi serta sistem tubuh termasuk kardiovaskular dan sistem pencernaan.

Untuk medorong rasa welas asih, meditasi diarahkan untuk meningkatkan istirahtanya nada vagal (yang bisa digunakan untuk menilai tingkat aktivitas dalam sistem saraf otomatis).

Dalam sebuah wawancara dengan  Emory University, Barbara Frederickson  menjelaskan saraf vagus memainkan peran penting dalam kesehatan fisik dan mental seseorang dan perasaan cinta dan hubungan dengan orang lain.

"Agaknya, tubuh kita memang didisain untuk mencintai, karena semakin kita mencintai, maka semakin sehatlah tubuh kita," katanya.

4. Bersyukur dapat menguntungkan fungsi sistem kekebalan tubuh

Layaknya rasa optimis, sikap berterima kasih-sebuah penghargaan dan perasaan rasa syukur atas rahmat dala kehidupan seseorang- membawa keuntungan mental dan fisik yang sangat besar.

Rasa syukur, seperti optimisme, telah ditautkan dengan peningkatan daya tahan kesehatan, dan meningkatkan kualitas tidur.

Rasa syukur juga dapat meingkatkan kesehatan dalam berbagai cara, sejauh ini adalah menurunkan kadar stress--stress adalah faktor utama berkontribusi dalam banyak penyakit kronis. Penelitian menunjukkan di antara orang dewasa tua, rasa syukur terhadap tuhan menjadi bantalan untuk menangkal efek negatif kesehatan dan stress.

5. Menyayangi diri sendiri meningkatkan perilaku sehat

Orang yang membudayakan kebaikan terhadap dirinya sendiri juga berperilaku lebih baik terhadap tubuhnya, hal ini berpotensi membantu mereka menangkal atau mengatur berbagai dampak negatif kesehatan fisik dan mental.

Sebuah penelitian tahun 2013 yang diterbitkan di Buletin Personality and Social Psychology meneliti hubungan antara menyayangi diri sendiri, reaksi terhadap penyakit dan berbagai perilaku terkait kesehatan, menemukan orang-orang yang menyayangi diri sendiri mencari penyelesaian medis lebih cepat untuk simptom-simptom yang dialaminya dari pada orang yang kurang menyayangi dirinya sendiri. Orang yang menyayangi dirinya sendiri juga cenderung sedikit lebih depresi atas masalah kesehatan yang dialaminya, dan juga mengambil pendekatan proaktif atas kesehatannya sendiri.

"Tidak apa-apa mengalami sakit dari kejadian negatif," kata peneliti kognitif  Dr Art Markman wrote pada Psychology Today. "Namun setelah menyadari adanya rasa sakit, penting untuk segera bangkit dan mencoba lagi--mengingat kegagalan dan penyakit serta hubungan yang buruk bukanlah sesuatu yang bisa dicegah namun itu adalah rintangan yang harus dihadapi."

Penerjemah: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015