Ramallah (ANTARA News) - Palestina pada Rabu mengecam warga Israel pemilih partai sayap kanan Likud Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan menyatakan mereka memilih pendudukan dan pembangunan permukiman, bukan pembicaraan perdamaian.

"Rakyat Israel memilih jalan rasisme, pendudukan dan pembangunan permukiman, tidak memilih jalur perundingan dan kemitraan di antara kami," kata pejabat tinggi Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Abed Rabbo kepada AFP.

Dalam pemilihan umum sela atas parlemen 120 kursi Israel pada Selasa, Likud mengalahkan pesaing kiri-tengah Zionis Union dengan 30 kursi berbanding 24.

"Kami menghadapi masyarakat Israel, yang sakit dengan rasisme, dan kebijakan pendudukan dan pembangunan permukiman. Di depan kami terbentang panjang dan sulit perjuangan melawan Israel," kata Abed Rabbo.

"Kami harus menyelesaikan langkah menghentikan penggalangan keamanan dengan Israel dan pergi ke pengadilan Denhaag untuk melawan pemukiman dan kejahatan Israel dalam perang di Gaza," katanya.

Hubungan Israel dengan Palestina memburuk tajam sejak pembicaraan pemerintah Palestina Presiden Mahmud Abbas dengan pemerintah Netanyahu, yang ditengahi Amerika Serikat, runtuh pada April tahun lalu.

Kemandekan itu diikuti kekerasan di Yerusalem, perang berdarah Israel dengan Hamas di Jalur Gaza, dan gerakan Palestina melawan Israel di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Mahkamah Pidana Antarbangsa di Denhaag.

Palestina menyatakan akan mengupayakan tindakan terhadap Israel di Mahkamah Antarbangsa sekitar awal bulan depan.

Dalam tahap akhir kampanyenya, Netanyahu mengesampingkan pembentukan negara Palestina jika terpilih kembali, yang secara jelas mengingkari dukungannya pada 2009 atas penyelesaian dua-negara.

Ia juga berjanji membangun ribuan rumah untuk pemukim Yahudi di wilayah Arab dudukan di Yerusalem timur untuk mencegah kesepakatan pada masa depan dengan Palestina.

Netanyahu juga memusatkan perhatian pada soal keamanan, dengan menyatakan hanya dia yang mampu melindungi Israel dari ancaman nuklir Iran dan berjanji tidak pernah mengizinkan Palestina mendirikan ibukota di Yerusalem Timur.

Palestina bertekad meningkatkan upaya diplomatik untuk memiliki negara merdeka.

"Sudah jelas Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan membentuk pemerintahan mendatang. Jadi, kami katakan dengan jelas bahwa kami akan ke Mahkamah Pidana Antarbangsa di Denhaag dan mempercepat, mengejar dan menggencarkan semua usaha diplomatik," kata Saeb Erakat, ketua perunding Palestina, kepada AFP.

(Uu.B002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015