Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno memperkirakan tren melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS akan berlangsung hingga 9 bulan kedepan meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi pelemahan rupiah itu.

"Keadaan ini dalam waktu 6-9 bulan kedepan, trend menurunnya rupiah ini susah dielakkan," kata Hendrawan saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Dia mengemukakan, secara teoritis, nilai kurs itu harus dilihat dari perubahan pergerakannya. "Kalau perubahannya tajam, indikasinya ada faktor spekluasi yang bermain, misalnya tiba-tiba naik Rp500. Tapi sekarang ini pergerakan menurunnya rupiah sangat lamban."

"Itu artinya sekarang ini faktor kondisi ekonomi kita belum menggembirakan. Impor belum banyak berkurang, ekspor belum banyak dan itu bisa mengakibatkan rupiah melemah," kata politisi PDIP itu.

Faktor lain melemahnya rupiah karena suku bunga di AS akan naik. Sehingga aliran uang dari negara berkembang ke AS atau dengan kata lain dolar balik kandang mengakibatkan langkanya dolar.

Pemerintah telah membuat program hilirasi, yakni tidak mengekspor bahan mentah dan itu berpengaruh pada harga komoditas.

"Juga defisit transaksi berjalan, neraca ekspor dikurangi impor, lalu dikurangi lagi dengan jasa-jasa ekspor-impor tersebut, dan pasar pesimis masalah ini dipecahkan dalam waktu singkat," ujarnya.

Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan yakni membebaskan visa untuk 30 negara, melakukan transaski di dalam negeri dengan rupiah, menjadwal ulang pembayaran utang BUMN dalam bentuk dolar harus dikelola dengan baik. Dengan langkah itu, paling tidak kebutuhan atau permintaan dolar bisa dikendali.

"Ini untuk mengatasi pelemahan rupiah dalam jangka pendek, tapi tidak efektif dan itu tercermin saat dikeluarkan kebijakan, rupiah menguat tipis," kata Hendrawan.

Ia menambahkan, ada langkah lain untuk menguatkan rupiah terhadap dolas AS, yakni dengan meningkatkan suku bunga. Tapi, bila langkah itu dilakukan, sektor riil seperti kredit akan mengalami kemacetan.

"Kalau dinaikkan suku bunga, dampaknya akan memukul sektor riil, kredit akan macet, pinjaman kepada bank semakin susah. Dalam kondisi yang sulit ini, ruang kebijakan atau policy space menjadi sempit," demikian Hendrawan.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015