Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta atas nama Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran baru-baru ini mengundang sejumlah wartawan senior Indonesia ke Iran dalam rangka meningkatkan interaksi media sebagai bagian dari kerjasama budaya antar kedua negara.

Dalam lawatan jurnalistik ke negara tersebut, delegasi wartawan Indonesia berkunjung ke beberapa lembaga pemerintah dan media setempat termasuk Iran Daily, Financial Tribune, kantor berita pemerintah Iran News Agency (IRNA) dan kantor berita swasta Mehr News Agency (MNA).

Pemimpin Umum Lembaga Kebudayaan dan Pers Iran, M.T. Roghaniha mengatakan pertemuan antara media Iran dan Indonesia sangat diperlukan dalam upaya menyebarluaskan informasi yang aktual dan benar tentang kedua negara serta untuk mengimbangi pers Barat yang cenderung tidak seimbang.

"Kehadiran media Indonesia di Iran sangat penting untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama dan mengimbangi propaganda Barat tentang Iran. Pemberitaan pers barat tentang Iran berbanding terbalik dengan keadaan yang sebenarnya," kata Roghaniha, seraya menambahkan pers Barat cenderung membuat berita yang menyudutkan Iran untuk menciptakan keadaan anti-Iran.

Dia menambahkan, kehadiran wartawan senior Indonesia juga diharapkan membuat tulisan yang dapat membantu meningkatkan hubungan kedua negara yang memiliki banyak kesamaan antara lain tentang agama (Islam), masyarakat yang ramah dan mengakomodasi kelompok minoritas dalam banyak segi kehidupan.

"Kami juga berharap Iran akan memiliki perwakilan media di Indonesia dan sebaliknya Indonesia memiliki perwakilan media di Iran," kata pemimpin umum lembaga Iran yang memiliki beberapa media penerbitan antara lain Iran Daily, Al Braille (media untuk tuna netra) dan Financial Tribune di samping media khusus menangani berita tentang wanita, remaja dan olahraga.

Lebih khusus lagi Roghanita mengajak media di Indonesia yang memiliki warga muslim terbesar di dunia itu untuk bersama-sama memerangi kezaliman dan ketidak adilan serta membela bangsa yang tertindas.

"Mereka yang tertindas agar bangkit dari ketertindasan tapi mereka setelah itu juga tidak boleh menindas bangsa lain," katanya, seraya mengimbau media di Indonesia dan Iran agar tidak mengutip berita dari media Barat yang cenderung merugikan kedua negara, dan lebih baik mengambil berita dari ANTARA di Indonesia atau IRNA di Iran.



Kebersamaan

Wakil Ketua Bidang Budaya Organisasi Kebudayaa dan Hubungan Islam, S.H.M. Hashemi, mengatakan di tempat yang terpisah media di dunia Islam harus memperkuat hubungan, kebersamaan dan kesetiakawanan untuk menghadapi segala persoalan yang dihadapi Islam.

"Kami beberapa waktu lalu mengamati ada gerakan Islam seperti ISIS (kelompok yang menyebut dirinya sebagai negara Islam Iraq dan Suriah) yang mencoreng nama Islam di seluruh dunia, serta isu-isu seputar konflik Israel dan Palestina. Namun persoalan-persoalan tersebut termasuk kehadiran ISIS tak semua negatif ada juga sisi positifnya," kata Hashemi.

Menurut Hashemi, sisi positif dari isu-isu seputar Israel dan Palestina serta munculnya ISIS justru mempersatukan Islam untuk melawan kelompok radikal tersebut dan kezaliman.

Hashemi menggambarkan perjuangan atas dasar kebersamaan umat seperti yang ditunjukan oleh Imam Khomeini yang menjatuhkan rezim Shah Iran dalam suatu revolusi pada 1979 dan pemimpin spiritual Iran tersebut menyebutnya revolusi Islam menentang kezaliman di seluruh dunia.

Di bawah kepemimpinan Imam Khomeni, Iran memiliki satu sikap yang tegas dalam memerangi kezaliman di seluruh dunia termasuk yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, kata Hashemi, seraya menambahkan, Iran telah memberi berbagai bentuk bantuan baik dalam bentuk keuangan maupun pemikiran bagi penyelesaian masalah umat Islam.

"Dengan berazaskan Alquran dalam berbagai kebijakan melawan kaum kafir, Iran menerima uluran tangan dan merangkul negara lain untuk bersama-sama membangun peradaban umat Islam," katanya.

Untuk itu, media di Iran dan Indonesia diharapkan terus melakukan kerjasama pemberitaan untuk melawan pers barat yang anti Islam, dan mendukung kegiatan-kegiatan yang mempersatukan umat Islam dunia baik melalui peristiwa budaya maupun konferensi.

"Sekiranya cendekiawan-cendekiawan Muslim dan pejabat-pejabat tinggi negara-negara Islam berkumpul, mereka niscaya akan melahirkan hal-hal yang luar biasa bagi dunia Islam," kata Hashemi.

Menanggapi pernyataan Hashemi, pimpinan delegasi media Indonesia Zuhari Misrawi menyayangkan bahwa sebagian besar ulama di dunia hanya berbicara tinggi tapi tidak banyak melakukan perjuangan demi kepentingan Islam yang lebih besar.

Untuk itu, Misrawi menyarankan agar Iran dan Indonesia membentuk majma taqrib bersama yaitu sebuah lembaga independen yang mempersatukan umat Islam dengan tidak memandang mazab apapun untuk menghadapi gerakan-gerakan radikal seperti ISIS yang berupaya memecah belah Islam.

Misrawi juga mengatakan dirinya akan meminta Kementerian Agama Indonesia untuk memfasilitasi pembentukan lembaga taqrib di negara yang berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa dan mayoritas dari jumlah tersebut beragama Islam.

"Untuk itu peran media juga sangat diperlukan untuk menciptakan opini publik tentang segala upaya umat Islam demi meraih cita-cita agama yang rahmatin lil alamin itu", kata Zuhairi Misrawi yang dikenal sebagai seorang intelektual muda Islam Indonesia.

Sementara itu dalam kesempatan yang berbeda, Duta Besar Mesir untuk Indonesia Bahaa Dessouki juga menyatakan bahwa ISIS adalah musuh bersama yang harus dibasmi karena apa yang dilakukan oleh kelompok teroris itu sangat jauh dari ajaran Islam yang "rahmatan lil alamin".

"Mesir terus memerangi ISIS dengan cara menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang Islam yang benar. Kami terus meyakinkan masyarakat tentang Islam yang benar dengan menggunakan dalil-dalil Alquran dan hadis," kata Duta Besar Mesir.

Dia juga setuju kalau negara-negara Islam di seluruh dunia duduk bersama untuk membangun strategi penumpasan ISIS yang kini tengah mengacaukan dan berupaya memecah belah Islam, kata Duta Besar Mesir kepada Antara di Jakarta pada Rabu.

Menurut Bahaa Dessouki negara-negara Islam dapat melakukan pertemuan tentang upaya memerangi terorisme melalui berbagai kesempatan seperti pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (dahulu Organisasi Konferensi Islam) dan D-8 atau organisasi delapan negara berkembang yang beranggotakan Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki.

Oleh Bambang Purwanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015