Jakarta (ANTARA News) - Industri keramik nasional berupaya meningkatkan inovasi dan efisiensi guna mendongkrak pasar ekspor untuk mengatasi penguatan dollar AS terhadap rupiah yang sedang terjadi.

"Inovasi dan efisiensi harus dihadirkan. Walaupun 'cost production' meningkat kami tidak serta merta meningkatkan harga jual, karena demand sedang turun," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga di Jakarta.

Elisa mengatakan, penguatan dollar AS  berdampak pada peningkatan biaya produksi sebesar 20 persen, mengingat mayoritas bahan baku masih dibeli dengan dolar AS.

Selain itu, 60 persen bahan baku dan gas industri keramik dibeli menggunakan dolar, sehingga dengan pelemahan rupiah pengeluaran perusahaan akan lebih besar dalam biaya produksinya.

Kapasitas produksi keramik nasional saat ini sebesar 1,8 juta meter persegi per hari, sementara kapasitas terpasangnya sebesar 1,6 juta meter persegi per hari.

Tahun ini, diperkirakan nilai penjualan keramik nasional menembus angka Rp36 triliun atau bertumbuh Rp6 triliun dari tahun sebelumnya.

Elisa mengatakan, terdapat tiga hal yang dapat mendukung target tersebut, yakni pertumbuhan industri properti, penggunaan produk dalam negeri untuk pengerjaan proyek pemerintah dan inovasi produk.

"Memang kinerja tiga bulan pertama ini akan menungkik dibandingan dengan periode yang sama tahun lalu. Akan tetapi, kami tidak terburu-buru merevisi target kinerja tahun ini. Memang harus ada terobosan bagaimana daya saing meningkat, di tengah biaya energi yang tinggi," kata Elisa.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015