Infrastruktur yang kurang memadai dan pungli dalam pengiriman logistik menyebabkan harga produk dalam negeri menjadi mahal, sehingga tidak bisa bersaing,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo harus mempercepat pembangunan infrastruktur untuk menghubungkan konektivitas antarpulau, dan mengurangi pungli dalam pengiriman logistik antardaerah, kata pengamat ekonomi Anwar Nasution.

"Infrastruktur yang kurang memadai dan pungli dalam pengiriman logistik menyebabkan harga produk dalam negeri menjadi mahal, sehingga tidak bisa bersaing," katanya pada diskusi ekonomi Indonesia di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, produktivitas dalam negeri tidak bisa ditingkatkan karena banyak distorsi akibat aturan pemerintah daerah (pemda), selain kondisi jalan di daerah yang sempit, waktu pengiriman panjang, dan pungli di sepanjang jalan.

Selain mempercepat pembangunan infrastruktur, kata dia, kebijakan yang juga perlu diambil oleh Presiden Jokowi adalah meningkatkan rasio penerimaan pajak, yang hingga saat ini tingkat rasio penerimaanp pajak Indonesia terendah di Asia Tenggara.

"Hampir 70 tahun tax ratio kita hanya 12 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," kata mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu.

Ia mengatakan pemerintah perlu meniru langkah kebijakan Korea Selatan yang dilakukan pada era 1980-an untuk meningkatkan ekspor dan daya saing pengusaha di tingkat perdagangan global.

Kebijakan itu antara lain menciptakan iklim usaha yang kompetitif dengan menurunkan tingkat suku bunga kredit agar menjadi lebih rendah, memberikan akses ke valuta asing serta memberikan keringanan pajak agar bisa menumbuhkan produk industri manufaktur yang berorientasi ekspor.

"Malaysia dulu mengandalkan karet dan timah, sekarang 70 persen ekspor negeri jiran itu dalam bentuk manufaktur," katanya.

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Edhie Purnawan mengatakan persoalan fragmentasi ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini menyebabkan negeri ini berisiko terperangkap dalam jebakan negara berpenghasilan menengah.

"Selama ini hanya dua negara yang bisa keluar dari jebakan itu yakni Jepang dan Korea Selatan," katanya.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015