Jakarta (ANTARA News) - Sebagai seorang ibu Herlina (35) heran mengapa berat anak pertamanya Chaca (3,5) hanya 10,5 kilogram dari idealnya 15,5 kilogram.

"Setiap hari sebelum berangkat kerja, saya selalu membuatkan bekal untuk Chaca, " ujar Herlina di Jakarta, Jumat.

Saat Herlina kerja, Chaca dititipkan kepada pengasuhnya yang berjarak 100 meter dari rumahnya. Selain makanan, ia juga memberikan uang untuk jajan anaknya.

Setelah ditelusuri, ternyata penyebab berat badannya anaknya tidak ideal karena anaknya tidak diberi makanan yang bergizi seimbang.

Pengasuhnya kurang telaten dalam memberikan makan pada Chaca dan malah membiarkan anak tersebut makan jajanan dari warung.

Persoalan tersebut tidak hanya terjadi pada Chaca seorang. Permasalahan itu kerap menimpa anak-anak yang ditinggal ibunya bekerja.

Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Soekirman, dalam risetnya menjelaskan pola asuh anak berpengaruh terhadap timbulnya kasus gizi buruk.

Soekirman menyatakan anak yang diasuh sendiri oleh ibu kandungnya dan mengerti tentang Air Susu Ibu (ASI), Posyandu, dan kebersihan, meski dalam kondisi miskin, namun anaknya tetap sehat.

Berbeda dengan anak dari keluarga berkecukupan, yang kemudian dititipkan pada pengasuh atau nenek yang tidak mengerti mengenai gizi.


Meningkat

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2013, prevalensi balita yang mengalami gizi buruk dan kurang di Tanah Air mencapai 19,6 persen. Persentase itu meningkat jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2010 sebesar 17,9 persen dan Riskesdas 2007 sebesar 18,4 persen.

Data terkini dari Global Nutrition Report (2014) menunjukkan bahwa Indonesia mangalami masalah gizi kompleks yang antara lain terjadi karena gizi salah. Gizi salah berbeda dengan gizi buruk dimana gizi salah berarti kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu, akibat kesalahpahaman dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada 1000 hari pertama pertumbuhan si kecil yang bisa mengakibatkan perawakan pendek atau "stunting" dan perawakan kurus atau "wasting".

BPOM merilis kebutuhan energi bayi usia enam bulan meningkat hingga 1.5 kali, kebutuhan proteinnya meningkat 2 kali lipat, kebutuhan karbohidratnya meningkat 2,4 kali dan kebutuhannya akan zat besi meningkat 26 kali lipat.

"Dalam hal ini diperlukan Makanan Pendamping ASI (MPASI) fortifikasi,yang bertujuan untuk melengkapi atau menambah komponen gizi yang tidak ada, dalam rangka perbaikan gizi masyarakat," ujar Kepala Unit Bisnis Milna PT Kalbe Nutritionals, Helly Oktaviana.

Fortifikasi itu memungkinkan anak mengkonsumsi nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hariannya, terutama selama 1000 hari pertama.

Helly menambahkan Milna baik Milna bubur bayi dan biskuit bayi ikut mendukung program pemerintah dalam rangka perbaikan gizi nasional, lewat inovasi dan kelengkapan produknya.

Pihaknya juga mengadakan kompetisi yang bertujuan mendorong para ibu memberi gizi yang cukup bagi anak.

"Melalui kompetisi Bayi Hebat Milna 2015 ini, Milna siap mendukung program pemerintah untuk menciptakan bayi-bayi hebat Indonesia yang memiliki gizi dan tumbuh kembang yang baik," tukas Helly.

Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015