Akhir-akhir ini melalui pemberitaan media massa jika ISIS telah berkembang pesat dan beberapa warga Indonesia ada yang tergabung dalam ISIS. Ini perlu diwaspadai,"
Makassar (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia bersama Fakultas Agama Islam Universitas Islam Makassar (UIM) mengingatkan masyarakat di Sulawesi Selatan pada khususnya untuk mewaspadai bahaya gerakan radikal Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Akhir-akhir ini melalui pemberitaan media massa jika ISIS telah berkembang pesat dan beberapa warga Indonesia ada yang tergabung dalam ISIS. Ini perlu diwaspadai," tegas Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), KH Masdar Farid Mashudi saat menjadi pembicara utama di auditorium Kampus UIM Makassar, Selasa.

Dalam kegiatan itu dihadiri Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Prof Dr Kholil Nafis Lc MA, Ketua MUI Sulsel KH Sanusi Baso, Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB Sulsel Drs H Abd Rahman dan Sekretaris NU Sulsel Prof Dr M Arfin Hamid MH.

Dia mengingatkan sejumlah konflik yang terjadi di jantung-jantung negara Islam merupakan mainan negara barat kemudian dibenturkan dengan kepentingan di negara bagian timur.

"Beberapa negara adidaya, seperti Amerika Serikat, Rusia dan maupun negara yang memiliki kepentingan menjadi dalang dibalik kekerasan berkedok agama. Mereka pandai bermain dibalik kobaran dan panasnya api perang dengan dalih agama," jelasnya.

Indonesia, kata Masdar, memiliki peran yang cukup besar dalam perkembangan Islam di dunia sehingga banyak negara menjadikannya sebagai sasaran, sebab untuk menghancurkan kesatuan suatu negara, mereka harus melakukannya dari dua sisi, yakni budaya dan agama.

"Seperti negara Arab yang sedang berkonflik memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah, khususnya minyak. Tapi, Indonesia tak kalah dengan negara arab. Baik jumlah penduduk maupun luar negara. Bahkan potensi alamnya mengalahkan banyak negara Islam," ujarnya.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang memiliki peran cukup besar dalam pengembangan agama. Di dunia ini, terdapat 56 negara Islam namun semua negara belum menemukan kata sepakat untuk memilih negara sebagai pemimpin Islam.

"Namun, semua negata memperhitungkan Indonesia. Sebab, negara ini paling layak menjadi pemimpin, jumlah penduduk cukup banyak, bahkan wilayahnya sangat luas,"paparnya.

Masdar menegaskan, melakukan jihad bukan berarti harus berperang dan membunuh karena itu jika ada warga atau pengikut Nadhiyin yang ingin melakukan jihad mereka bisa melakukannya di lingkungan sekitarnya dengan menjadi pribadi baik.

"Tak ada tempat jihad lagi dengan mengangkat senjata dan membunuh orang lain. Jihad itu bisa dilakukan dimana saja. Termasuk di lingkungan sekitar," paparnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Sulsel, Abdul Wahid Tahir mengatakan, melalui diskusi pihaknya berharap masyarakat, Indonesia, khususnya di Sulsel tak terjebak dalam pusaran isu dan paham agama yang menyesatkan.

Wahid mengatakan, saat ini banyak kelompok masyarakat menggunakan label agama, khususnya Islam ingin menghacurkan keutuhan NKRI. Untuk itu, Kementerian Agama terus melakukan pendekatan, termasuk melakukan pembinaan kepada semua ummat beragama, khususnya organisasi itu sendiri.

"Saat ini, kami telah membentuk forum kerukunan ummat beragama. Termasuk melakukan pendirian rumah ibadah dengan berbagai kegiatan sosial," paparnya.

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015