Balikpapan (ANTARA News) - Pembangunan Waduk Teritip di Balikpapan Timur, Kalimantan Timur, yang direncanakan selesai 2017 terancam molor karena terkendala masalah tumpang tindih kepemilikan sebagian lahan.

"Ada tumpang tindih lahan seluas 241.282 meter persegi yang mengakibatkan sengketa antarwarga. Dari tahun lalu sampai sekarang sudah dimediasi empat kali, tapi belum selesai juga," kata Asisten II Tata Pemerintahan Sekretaris Kota Balikpapan Syaiful Bachri, Selasa.

Kasus tumpang tindih kepemilikan lahan itu bahkan hingga ke pengadilan. Ini berarti lahan tersebut baru bisa dibebaskan setelah kasusnya selesai.

Karena itu juga, lanjut Syaiful, selama 2014 Pemkot Balikpapan tidak bisa membebaskan lahan mana pun untuk waduk di Kelurahan Teritip tersebut.

Padahal, bila mengikuti jadwal, akhir tahun 2015 sudah harus tersedia lahan lagi minimal 75 persen atau 225 hektare dari 317 hektare yang direncanakan.

Waduk Teritip mulai dibangun pada 2013 dengan membendung Sungai Teritip. Menteri Pekerjaan Umum waktu itu, Joko Kirmanto, datang langsung untuk meresmikan pembangunan tubuh bendungan.

Waduk ini direncanakan untuk sumber air baku bagi PDAM Tirta Manggar, perusahaan daerah penyedia air bersih bagi penduduk Balikpapan.

Sampai saat ini Pemkot sudah membebaskan 44 persen atau 107 hektare di kawasan yang saat ini sedang dibangun tubuh bendungan. Lahan itu sebagian besar dulunya adalah perkebunan penduduk yang ditanami karet dan sebagian lagi sayur-sayuran.

Masih diperlukan pembebasan lahan seluas 56 persen atau 210 hektare lagi. Menurut jadwal, waduk akan mulai diisi air pada 2017 atau dua tahun lagi.

Sengketa lahan masyarakat umumnya disebabkan kekurangan atau ketiadaan bukti-bukti administrasi. Sebagian masyarakat hanya memiliki surat perjanjian antarwarga, seperti akta jual beli atau surat tanda kepemilikan yang diterbitkan Ketua RT.

"Itu menyulitkan kami mengidentifikasi siapa pemilik lahan yang berhak melakukan transaksi dengan proyek ini," kata Syaiful.

Oleh karena itu, meskipun akan berlangsung lama, Wali Kota Rizal Effendi yang turut menjadi mediator lebih menyukai kasusnya dibawa ke pengadilan.

"Mudah-mudahan dengan demikian masalah siapa pemilik menjadi terang dan jelas dan proyek waduk ini dapat segera diselesaikan," kata Wali Kota.

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015