Tidak perlu pakai Perppu untuk itu, tetapi undang-undang antiteroris kita sudah cukup kuat sebenarnya...
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencegahan penyebaran paham kelompok radikal seperti Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) tidak mendesak dilakukan.

"Cukup undang-undang yang ada saja, teroris kan selama dia berbuat jahat ya siapa saja itu harus dihukum. Tidak perlu pakai Perppu untuk itu, tetapi undang-undang antiteroris kita sudah cukup kuat sebenarnya," kata Wakil Presiden (Wapres) di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme  Menjadi Undang-Undang sudah mengatur masalah pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme di Tanah Air.

Selain itu juga ada Undang-Undang No.9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Wakil Presiden juga mengatakan bahwa dia tidak tahu substansi apa yang akan diatur dalam Perppu khusus terkait ISIS itu.

"Saya belum tahu, tetapi intinya kita sudah punya Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menghukum siapa saja yang berbuat salah. Apa saja yang menimbulkan masalah seperti itu ya tidak boleh, tidak perlu ada spesifik ISIS atau apa saja," katanya.

Wakil Kepala Kepolisian Indonesia Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti pada Senin (23/3) menyatakan pemerintah perlu menerbitkan Perppu yang mengatur penanganan para pengikut kelompok radikal seperti ISIS.

"Memang sebaiknya segera dibuat Perppu bagaimana menanggulangi ISIS ini atau dengan merevisi UU antiteror. Supaya dasar hukumnya jelas. ISIS dilarang tapi dasar hukumnya nggak ada," katanya.

Sementara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly sebelumnya menyatakan kementeriannya sedang menyusun Perppu terkait status kewarganegaraan 16 warga Indonesia yang pada 4 Maret ditahan di Turki ketika hendak masuk ke Suriah.

"Kami sedang membahas dan menyinkronkan itu, mungkin bisa Perppu, tapi masih akan dilihat lagi. Karena UU kita tidak mengatur stateless, jadi kalau dicabut mereka jadi no citizen dan UU kita tidak memungkinkan itu," kata Yasonna.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015