Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mengingatkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak berdampak pada penundaan pembangunan infrastruktur yang sudah dicanangkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Tidak perlu ditunda, tapi diprioritaskan. Bangun infrastruktur yang tidak berdampak langsung pada defisit neraca perdagangan," kata Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Enny mengatakan, beberapa pembangunan infrastruktur yang dapat diprioritaskan misalnya di sektor pertanian dan sektor perindustrian, di mana pembangunan keduanya tidak banyak membutuhkan komponen impor.

Menurutnya, untuk sektor industri, pembangunan tenaga listrik dan ketersediaan energi dapat dilakukan dalam jangka pendek, sehingga bisa menjadi prioritas pembangunan.

"Pemerintah memang harus punya roadmap (peta jalan) mana yang bisa dikerjakan segera dan tidak berimplikasi," ujar Enny.

Sementara itu, untuk pembangunan tol laut dan beberapa infrastruktur lain yang dikerjakan dalam jangka menengah dan jangka panjang, bisa dipersiapkan dengan matang terlebih dahulu, sebelum dieksekusi saat pelemahan rupiah terjadi.

"Apakah pembangunan infrastruktur membutuhkan banyak barang impor, sepertinya tidak semua. Oleh karena itu, butuh strategi untuk dapat mewujudkannya di tengah tantangan pelemahan rupiah," katanya.

Pada dasarnya, tambah Enny, pelemahan rupiah sangat berkaitan dengan defisit neraca perdagangan, di mana impor barang-barang masih lebih besar dibandingkan ekspor.

Depresiasi rupiah yang kini menembus level Rp13 ribu per dolar AS disebut-sebut membuat pemerintah akan mengurangi porsi belanja modal yang sebagian besar diimpor.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran defisit transaksi berjalan bisa melebar karena tren penguatan dolar.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015