Jumlah obat lebih banyak, kesembuhan lebih rendah dan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi

Jakarta (ANTARA News) - Penderita penyakit tuberkulosis (TB) yang tak menyelesaikan pengobatannya berisiko kebal terhadap obat TB, dan berujung pada semakin lama masa penyembuhannya.

"Kita mengalami masalah TB resisten obat yang di mana pasien ini tidak bisa lagi diobati dengan obat biasa tetapi dengan obat-obat khusus yang lebih toksin dengan efek samping lebih banyak dan pengobatan lebih lama," ujar perwakilan dari Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K) dalam konferensi pers "Pulmonary Infection Symposia" di Jakarta, Jumat.

Erlina mengungkapkan, penderita TB dianjurkan menyelesaikan masa pengobatannya hingga enam bulan atau hingga sembuh dengan dosis obat sesuai petunjuk dokter sehingga tak berkembang menjadi Multi Drug Resistant Tuberculosis (TB MDR).

"Hal penting untuk pencegahan resistensi obat adalah mengobati pasien dengan panduan dan dosis yang benar hingga enam bulan, artinya pasien diobati hingga sembuh," kata Erlina.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, mengungkapkan,  penderita TB MDR resisten terhadap dua jenis obat yakni Rifampisin dan INH.

Lebih lanjut menurut dia, jika sudah pada tahap TB MDR, maka penderita harus menjalani masa pengobatan jauh lebih lama yakni 1-1,5 tahun.

"Jumlah obat lebih banyak, kesembuhan lebih rendah dan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi," kata dia.

Oleh karena itu, menurut Erlina, penting mencegah pasien jangan sampai menderita TB MDR yakni dengan mengobati TB biasa hingga sembuh.

"Kalau sudah menderita TB MDR segeralah berobat ke rumah sakit, dan kalau TB MDR tidak diatasi maka pasien akan menjadi sumber penularan masyarakat di sekitarnya," kata Erlina.

Hasil laporan global badan kesehatan dunia WHO pada 2013, Indonesia berada di peringkat delapan dari 27 negara dengan beban TB MDR terbanyak di dunia, yakni dengan perkiraan 6.800 kasus. Dari total kasus ini, 5.700 di antaranya merupakan kasus baru.



Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015