Jakarta (ANTARA News) - Survei LSI Denny JA terbaru menunjukan bahwa mayoritas publik mulai menerima jika dipimpin oleh etnis minoritas pada level daerah.

Peneliti Senior LSI Ardian Sopa mengemukakan hal tersebut seusai pemutaran film antidiskriminasi "Sapu Tangan Fang Yin" karya Denny JA dan Hanung Bramantyo di pekan Festival Film Internasional di Pusat Kebudayaan Rusia di Jakarta, Jumat sore.

Ardian mencontohkan, Gubernur DKI Jakarta saat ini yang dipimpin oleh Basuki Cahaya Purnama (Ahok) yang beretnis Tionghoa. Namun demikian, mayoritas publik belum menerima jika dipimpin oleh etnis minoritas di level nasional.

Sebesar 55,50  persen publik (responden) menyatakan bahwa mereka bisa menerima jika walikota/bupati/gubernur adalah seseorang yang berasal dari etnis minoritas. Hanya 39,00 persen responden yang menyatakan bahwa mereka belum bisa menerima jika kepala daerahnya dipimpin oleh etnis minoritas, sedangkan 5,50 persen responden tidak menjawab.

Pada level nasional, terjadi sebaliknya. Hanya 35,90 persen publik yang menyatakan bahwa mereka siap menerima jika dipimpin oleh presiden yang berlatar etnis minoritas (misalnya etnis Tionghoa). Dan sebesar 56,80 persen publik menyatakan bahwa mereka belum siap dipimpin oleh presiden yang berasal dari etnis minoritas, sedang 7,30 persen responden tidak menjawab.

Demikian salah satu temuan survei terbaru (quickpoll) LSI Denny JA. Survei secara khusus ingin memotret opini publik terkait dengan isu-isu sosial dan diskriminasi di Indonesia. Survei dilakukan pada tanggal 23 – 25 Maret 2015 di 33 Provinsi di Indonesia. 

Survei menggunakan multistage random sampling dalam menarik sample sebanyak 658 responden. Dengan estimasi margin of error sebesar 3,9 persen.  Selain survei, kami pun melengkapi data dan analisis melalui riset kualitatif yaitu dengan metode in depth interview, FGD, dan analisis media.

Ardian menjelaskan, isu diskriminasi lainnya yang biasanya menghangat dalam setiap perhelatan politik adalah kepemimpinan perempuan. Seringkali muncul perdebatan publik yang selalu dikaitkan dengan doktrin agama bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin baik pada level lokal maupun nasional.

Namun survei LSI Denny JA menunjukan bahwa ada peningkatan tingkat penerimaan kepemimpinan perempuan dalam politik. Saat ini, mayoritas publik sudah bisa menerima jika presiden Indonesia dipimpin oleh perempuan. Namun penerimaan perempuan dalam politik masih lebih rendah jika dibandingkan dengan penerimaan publik terhadap perempuan di bidang lain misalnya pendidikan dan pekerjaan.

Survei LSI Denny JA menunjukan bahwa sebesar 61,24 persen menyatakan bahwa mereka bisa menerima jika Presiden Indonesia adalah perempuan. Meskipun masih ada sekitar 33,15 persen yang menyatakan resistensinya terhadap presiden perempuan.

Berbeda dengan penerimaan perempuan dalam politik yang masih dibawah 70 persen, penerimaan publik terhadap peran perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan lebih tinggi sudah diatas 70 persen.

Hasil riset kualitatif LSI Denny JA menemukan bahwa beberapa alasan mengapa penerimaan publik terhadap kepemimpinan nasional dari etnis minoritas dan perempuan masih rendah. Antara lain, mayoritas publik masih mengidealkan sosok presiden yang muslim, lelaki, dan pribumi.

Acara konferensi pers temuan survei soal pemimpin perempuan itu juga diisi pemutaran film dokumenter "Sapu Tangan Fang Yin" dan diskusi antidiskrisminasi dalam memperingati Hari Perempuan Internasional (8/3) dan Hari Antidiskriminasi Internasional (1/3) dengan menampilkan pembicara Sekjen Yayasan Denny JA, Anick HT dan Yuniyanti Chuzaifah dari Komnas Perempuan.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015