Bangkok (ANTARA News) - Pengadilan militer Thailand, Selasa, menjatuhkan hukuman penjara 25 tahun kepada seorang lelaki yang mengunggah foto di Facebook, yang dinilai menghina kerajaan.

Undang-undang tentang penghinaan atas raja Thailand merupakan yang paling keras. Menghina atau mengancam raja, ratu atau keturunan dan kerabat raja dianggap sebagai kejahatan.

Sejak mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada Mei, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, pendukung setia kerajaan, berulangkali berjanji menangani dengan sungguh-sungguh perkara penghinaan terhadap kerajaan dan mengadili yang dianggap anti-kerajaan.

Dalam kasus terakhir ini, pengusaha umur 58 tahun Tiensutham Suttijitseranee dinyatakan bersalah memuat pernyataan yang bersifat memfitnah, dalam sebuah sidang tertutup, kata pengacaranya kepada Reuters.

"Pengadilan memutuskan demikian karena ia mengunggah lima foto dengan keterangan pada tahun lalu, yang oleh pengadilan dinilai memfitnah, ia divonis 50 tahun penjara; 10 tahun untuk setiap foto, dikurangi 25 tahun," kata pengacaranya Sasinan Thamnithinan kepada Reuters, dan menambahkan bahwa masa tahanan itu dikurangi separuhnya karena terdakwa mengaku bersalah.

Pengadilan tidak mengizinkan keluarganya dan wartawan untuk menghadiri sidang pembacaan vonis, imbuh dia.

Sejak kudeta, semua kasus lese majeste disidang di pengadilan militer. Tercatat 20 kasus baru yang melibatkan penghinaan kerajaan setelah kudeta, kata wakil kepala polisi Thailand Jaktip Chaijinda.

Seorang lelaki lanjut usia dijatuhi hukuman penjara 1,5 tahun pada Maret karena mencoret-coret di toilet sebuah pusat perbelanjaan di Bangkok.

Vonis penghinaan raja ini dijatuhkan pada saat yang sensitif di Thailand, di tengah-tengah meningkatnya kekhawatiran atas kondisi kesehatan Raja Bhumibol Adulyadej (87) yang sangat dihormati, dan ketidakpastian mengenai suksesi kerajaan.

Prayuth pada Selasa mengatakan ia telah meminta izin raja untuk mencabut darurat militer, yang sudah diberlakukan sejak sebelum kudeta 10 bulan lalu, dan menggantikannya dengan UU yang tetap mempertahankan kekuasaan militer.

(Uu.S022)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015