Lausanne (ANTARA News) - Amerika Serikat pada Selasa menyatakan bahwa kemajuan dalam perundingan nuklir dengan Iran membuat tenggat waktu yang seharusnya berakhir pada Selasa waktu setempat diperpanjang satu hari.

"Kami telah mencapai sejumlah kemajuan sepanjang beberapa hari terakhir sehingga cukup alasan untuk memperpanjang tenggat waktu sampai Rabu. Masih ada beberapa persoalan sulit yang tersisa," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Marie Harf, lapor AFP.

Keputusan itu disampaikan pada hari keenam perundingan maraton di Swiss yang berniat mencapai persetujuan mencegah Iran mengembangkan persenjataan nuklir.

Perundingan itu dihadiri oleh perwakilan Iran di satu sisi dengan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok, dan Jerman (atau dikenal dengan P5+1).

Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi telah meninggalkan arena perundingan bersamaan dengan pernyataan dari Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius tentang "rumit, lama, dan sulitnya" negosiasi.

Wakil senior dari Iran Hamid Baidinejad mengatakan "Perundingan akan berakhir saat solusi ditemukan. Kami siap untuk melanjutkan. Kami mencoba mengabaikan waktu."

Jika kesepakatan berhasil tercapai, Iran diharuskan untuk mengurangi program nuklir yang diduga bertujuan mengembangkan sistem persenjataan. Sebagai imbalan, negara-negara lain akan mencabut sanksi yang menghambat laju perekonomian Iran.

Namun persoalan muncul dalam rincian penerapan serta politik dalam negeri masing-masing pihak. Presiden Amerika Serikat diperkirakan akan sulit menghambat keinginan Kongres yang didominasi lawan politiknya dari Partai Republik untuk menambah sanksi untuk Iran.

Tehran juga menhadapi persoalan yang sama. Kelompok garis keras di negara itu ingin agar Iran tidak banyak mengorbankan program nuklir yang dinilai sebagai harga diri bangsa. Mereka juga ingin agar sanksi ekonomi dunia segera dicabut--sebuah tuntutan yang sulit karena Washington berharap agar pencabutan sanksi dilakukan bertahap.

Jika Kongres Amerika Serikat berhasil menerapkan sanksi baru, maka proses negosiasi yang telah dimulai oleh Presiden Iran Hassan Rouhani akan lantak di tengah jalan.

Di Washington, Partai Republik khawatir karena infrastruktur nuklir Iran akan tetap berdiri jika kesepakatan tercapai sehingga Tehran tetap akan mempunyai kemampuan untuk mengembangkan bom.

Di sisi lain, seteru Iran di Timur Tengah, Arab Saudi, juga mulai waspada terhadap perkembangan di Lausanne.

Menteri Luar Negeri Pangeran Saud al-Faisal mendesak agar negara-negara P5+1 untuk "mempertimbangkan kepentingan negara-negara kawasan yang terancam atas keuntungan yang akan diraih Iran."

(Uu.G005)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015