Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Kemaritiman dari Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Alan F Koropitan mengatakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memilih mengambil jalan pintas dengan memberikan ijin tangkap ikan hanya pada perseroan terbatas (PT), dan bukan pada nelayan perseorangan, pasca-berakhirnya pembekuan sementara (moratorium) izin kapal tangkap.

"Kebijakan pasca-moratorium yang memberikan ijin tangkap ikan hanya pada PT, bukan untuk pihak yang melaut secara perseorangan bertentangan dengan Nawacita di mana negara harusnya hadir membela ekonomi nelayan kecil," kata Alan di Jakarta, Rabu.

Alan mengatakan kebijakan itu justru akan membuat nelayan terpinggirkan dan merupakan sebuah kebijakan "jalan pintas" karena alasan KKP dalam membuat kebijakan tersebut hanyalah agar lebih mudah dalam membuat akuntabilitas finansial di mana PT biasanya melakukan pelaporan.

"Sebenarnya selama ini nelayan menghadapi dua persoalan besar, di mana 70 persen produktivitasnya untuk BBM dan yang kedua adalah sulitnya akses permodalan. Kalau dua hal itu sudah dilumpuhkan begini bagaimana negara bisa hadir?" Katanya.

Seharusnya, Alan mengatakan, pemerintah memberikan pendanaan khusus bagi nelayan.

"Sebetulnya ini sudah dilakukan oleh negara-negara yang peduli dengan nelayannya seperti Prancis di mana ada bank kredit untuk nelayan. Mereka mendata nelayan dan memberi ijin yan jelas. Contoh lain seperti di Thailand di mana dibentuk kelompok-kelompok nelayan yang bisa mendapat jaminan kredit dari pemerintah," katanya.

Seperti diberitakan, saat ini KKP sedang melakukan penyusunan kebijakan memberikan ijin tangkap ikan hanya pada PT dengan alasan menjaga akuntabilitas sehingga diharapkan bisa menekan kemungkinan illegal fishing.

Selain itu, jika berbentuk PT, maka nelayan tangkap bisa mengakses layanan keuangan perbankan. 

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015