Purwokerto (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memiliki potensi yang cukup besar untuk pemasaran reksa dana.

"Beberapa waktu lalu, kami pernah sosialisasi di UMP (Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Di situ dijelaskan bahwa kita sekarang ada produk reksa dana yang harganya cuma Rp100 ribu," kata Kepala OJK Purwokerto Farid Faletehan saat Media Gathering di Purwokerto, Minggu malam.

Ia mengatakan bahwa reksa dana merupakan suatu investasi yang keuntungannya bisa mencapai 20-30 persen per tahun.

Menurut dia, keuntungan tersebut jauh lebih tinggi jika dibanding dengan tabungan maupun deposito.

"Begitu kita sampaikan kepada mahasiswa, waktu itu rektornya tanya, wah kalau begini cocok karena dengan Rp100 ribu bisa langsung transaksi," katanya.

Menurut dia, sosialisasi mengenai reksa dana itu mendapat sambutan luar biasa dari mahasiswa.

Ia mengatakan bahwa Purwokerto memiliki potensi yang besar untuk pemasaran reksa dana.

"Potensi itu tidak hanya mahasiswa tetapi juga masyarakat. Namun masih banyak orang yang belum tahu apa sebenarnya reksa dana itu," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, OJK pada hari Senin (6/4) akan menggelar seminar terkait reksa dana di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

Selama seminar itu berlangsung, lanjut dia, pihaknya juga akan membuka gerai penjualan reksa dana sehingga peserta maupun masyarakat bisa langsung bertransaksi hanya dengan uang sebesar Rp100 ribu.

Sementara itu, Direktur Pengawasan Pasar Modal OJK Gontor R Aziz mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat selama ini hanya mengenal doktrin "ayo menabung".

"Sekitar dua-tiga tahun lalu, saya pernah membaca sebuah hasil penelitian yang sangat menarik, bahwa ada keterkaitan antara tipologi masyarakat yang didominasi oleh penabung dan masyarakat yang didominasi oleh investor," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, menabung itu baik tetapi hal tersebut tidak begitu mendorong munculnya kreativitas, inovasi, dan sikap kritis terhadap uang dari masyarakatnya.

Menurut dia, kondisi tersebut akhirnya melahirkan masyarakat yang tidak memiliki jiwa kewirausahaan.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa sesuatu yang sangat ironis ketika indeks harga saham gabungan (IHSG) berulang menciptakan prestasi atau rekor tertinggi, tetapi yang menikmatinya belum semua orang.

Oleh karena itu, kata dia, OJK mendatangi sejumlah daerah salah satunya Purwokerto untuk menyosialisasikan investasi lain selain menabung, membeli tanah, dan sebagainya.

"Purwokerto meskipun hanya kota kecil, agro-industrinya ada, kemudian pariwisata ada Baturraden dan tiga air terjun terkenal yang telah menjadi destinasi wisata. Purwokerto juga punya perdagangan dan jasa, Aston sudah buka, nanti ada Swiss-Belhotel kalau enggak salah, Horison sudah ada, itu artinya tumbuh," katanya.

Ia mengatakan bahwa perekonomian daerah tumbuh kalau para pelaku ekonomi dan masyarakatnya punya jiwa kewirausahaan.

Menurut dia, pasar modal memberikan peluang pembiayaan di samping perbankan yang punya keterbatasan membiayai semuanya.

"Potensi-potensi daerah seperti juga Purwokerto ini sangat begitu menunggu, merindukan wirausaha-wirausaha muda yang bisa membuat potensi-potensi tadi teraktualisasi," katanya.

Praktisi pasar modal Ryan Filbert mengatakan bahwa Purwokerto saat ini telah mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan kondisi 12 tahun silam.

Menurut dia, hal itu terlihat dari banyaknya kios telepon seluler yang berdiri di tepi-tepi jalan kota Purwokerto.

"Itu (kios telepon seluler, red.) salah satu parameter utama bahwa suatu tempat mengalami pertumbuhan, orang-orangnya mulai punya uang. Cuma masalah utamanya adalah ketika kita punya uang tetapi kita tidak tahu kita mesti keluarkan uangnya kemana, akhirnya kita jadi orang yang konsumtif," katanya.

Padahal, kata dia, uang itu dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih baik.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pasar modal telah berupaya sedemikian rupa agar bisa merakyat.

"Tahun lalu, dari Bursa Efek Indonesia membeli saham tidak sedemikian mahal. Dari mestinya satu kali pembelian itu 500 lembar, kini hanya 100 lembar," katanya.

Dia mencontohkan untuk membeli saham perusahaan telekomunikasi hanya cukup dengan modal Rp283 ribu karena penutupannya Rp2.830.

Dengan uang Rp283 ribu, kata dia, masyarakat bisa punya perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia yang potensinya semakin hari makin besar.

Menurut dia, keberadaan pasar modal harus diedukasi kepada masyarakat karena merupakan potensi yang sangat besar dan perlunya jiwa kewirausahaan.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015