Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berkomitmen meningkatkan serapan karet alam di dalam negeri, dimana saat ini dari total produksi 3,1 juta ton per tahun hanya terserap 18 persen untuk kebutuhan industri lokal, sedangkan sisanya untuk ekspor.

"Pemerintah berupaya meningkatkan penyerapan karet alam sebesar 100.000 ton per tahun yang akan direalisasikan pada tahun 2015 ini. Sehingga, total penyerapan karet alam dalam negeri minimal mencapai 700.000 ton," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Rachmat mengatakan penyerapan karet alam tersebut diperuntukkan bagi beberapa proyek infrastruktur nasional, seperti dock fender dalam program pembangunan fasilitas pelabuhan, bahan campuran aspal jalan, rubber pads rel kereta api, dan bantalan jembatan.

Selain untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional, katanya, juga akan diterapkan kepada produk-produk berbasis karet alam lainnya yang dapat dikembangkan di dalam negeri, yaitu karpet untuk sapi (cow mat), genteng karet, paving block, bearing bangunan antigempa, penguatan tebing, dan kasur lateks.

"Pemerintah mengalokasikan dana APBN kurang lebih sekitar Rp118 triliun pada 2015 untuk pembangunan infrastruktur, di mana produk berbasis karet alam harus menjadi produk pendukung pembangunan infrastruktur nasional tersebut," kata Rachmat.

Langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut, katanya, karena berlimpahnya pasokan karet dunia dan menyebabkan harga karet alam hanya 1,5 dolar Amerika Serikat per kilogram atau setara dengan Rp18.000 per kilogram.

"Saat ini harga karet alam sangat rendah, di mana tercatat harga hanya 1,5 dolar AS per kilogram. Guna mengangkat harga karet, sebagai langkah awal pemerintah perlu menggunakan karet alam untuk mendukung proyek infrastruktur nasional," kata Rachmat.

Dalam kesempatan tersebut, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono mengatakan untuk penyerapan karet alam dari kementeriannya pada 2015 diperkirakan 60.000-80.000 ton per tahun.

"Secara umum dari perhitungan kita, kira-kira untuk infrastruktur bisa menyerap sekitar 60 ribu-80 ribu ton per tahun," katanya.

Taufik mengatakan penyerapan tersebut, antara lain untuk campuran aspal jalan yang akan mampu memperbaiki kualitas aspal, sehingga kekenyalan menjadi lebih tinggi dan bisa lebih tahan lama serta tahan air.

"Selain itu juga dipergunakan untuk bendung karet yang memang memungkinkan untuk sungai yang relatif tidak berbatu. Di samping itu juga bisa dipakai di saluran irigasi," ujar Taufik.

Kementerian Perhubungan menargetkan penyerapan karet alam kurang lebih 21.000 ton per tahun, yang diperuntukkan bagi sarana kenavigasian kurang lebih 15.000 ton dan kereta api 5.000 ton per tahun.

Pada awal 2015, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyatakan ekspor karet alam dari Indonesia pada 2015 diperkirakan 2,5 juta ton atau masih berada pada kisaran yang sama dengan 2014.

Untuk pasar ekspor saat ini yang paling besar adalah Amerika Serikat, di mana ekspor karet mentah ke "Negeri Paman Sam" tersebut mencapai 400.000 ton per tahun, sedangkan ekspor terbesar kedua adalah Jepang 270.000 ton.

Selain itu, ekspor ke Tiongkok 260.000 ton, India 136.000 ton, dan yang mulai mengalami kenaikan adalah ekspor karet alam ke Brasil 74.000 ton.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015