Mari bersiap membawa Yaman ke meja perundingan untuk membuat keputusan mengenai masa depan mereka. Mari mengakui bahwa masa depan Yaman akan ada di tangan rakyat Yaman, bukan orang lain."
Jenewa (ANTARA News) - Badan Kesehatan Dunia pada Rabu menyatakan jumlah orang tewas dan terluka dalam hampir tiga pekan pertempuran di Yaman mencapai 643 orang dan 2.226 dalam kemelut segibanyak.

"Itu hanya angka berdasarkan atas sarana kesehatan dan perkiraan korban cenderung meningkat akibat tambahan korban, yang diperiksa dan dilaporkan," kata badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu, yang menetapkan angka itu mencakup masa sejak 19 Maret hingga 6 April, lapor AFP.

Pada Selasa, WHO melaporkan bahwa sedikit-dikitnya 540 orang tewas dan 1.700 terluka selama hampir tiga pekan itu.

Sekutu pimpinan Saudi membom pemberontak Houthi yang melawan pasukan setia kepada presiden buron Abedrabbo Mansour Hadi.

Pemberontak Houthi menguasai sebagian besar Yaman, termasuk ibukota Sanaa, yang memicu keprihatinan sejumlah negara bahwa Al Qaida dapat memanfaatkan kekosongan kekuasaan di sana.

Lebih dari 334.000 orang mengungsi di negeri itu akibat pertempuran dan 254.400 lagi mencari perlindungan di luar negeri, kata WHO.

"Keadaan kemanusiaan sangat genting, dengan pemadaman listrik dan air serta kekurangan bahan bakar semakin memperburuk keadaan," katanya.

Serangan terhadap petugas kesehatan dan sarana kesehatan terjadi di Sanaa dan kota Saada serta Aden. Sejak 30 Maret, tiga relawan petugas ambulans ditembak dan dibunuh saat bertugas, kata WHO.

Jalan tetap sulit ke Yaman, tempat 65 petugas WHO bekerja.

Badan itu menyatakan kiriman pasokannya menunggu di Dubai, yang akan dimasukkan sesegera mungkin.

WHO memperkirakan Yaman memerlukan sekitar 62 juta dolar (sekitar 620 miliar rupiah) untuk membayar kebutuhan kesehatannya. WHO sejauh ini menerima 2,7 juta dolar (27 miliar rupiah) sumbangan dari Jepang.

Presiden Iran Hassan Rouhani menyerukan penghentian serangan udara di Yaman oleh Arab Saudi serta sekutunya, karena mereka tidak akan berhasil dan mengatakan bahwa negara di kawasan itu harus bekerja untuk penyelesaian politik.

"Bangsa besar seperti Yaman tidak akan takluk pada pengeboman. Mari kita semua berpikir untuk mengakhiri perang. Mari berpikir mengenai gencatan senjata," kata Rouhani dalam pidato, yang disiarkan televisi pada Kamis.

"Mari bersiap membawa Yaman ke meja perundingan untuk membuat keputusan mengenai masa depan mereka. Mari mengakui bahwa masa depan Yaman akan ada di tangan rakyat Yaman, bukan orang lain," kata Rouhani.

(Uu.B002/T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015