Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

"Hari ini HP (Hadi Poernomo) dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha di Jakarta, Jumat.

Pemanggilan kali ini adalah yang ketiga. Sebelumnya, ia dipanggil pada 5 dan 12 Maret 2015 namun tidak memenuhinya dengan alasan sakit jantung dan selanjutnya mengajukan praperadilan.

Sidang praperadilan Hadi akan dilaksanakan pada 13 April 2015 yang dipimpin oleh hakim tunggal Baktar Jubri.

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka pada 21 April 2014. Ketika kasus itu terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.

Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015