Singapura (ANTARA News) - Negara-negara berkembang Asia Timur yang dipimpin oleh Tiongkok akan tumbuh sedikit lebih lambat tahun ini, karena tingkat suku bunga AS yang lebih tinggi dan penguatan dolar mengakibatkan risiko lebih lanjut terhadap wilayah tersebut, Bank Dunia mengatakan Senin.

Dalam perkiraan terbaru untuk Asia Timur, bank mengatakan ekonomi Tiongkok akan tumbuh 7,1 persen pada 2015, lebih lambat dari tingkat 7,2 persen yang diproyeksikan pada Oktober dan turun dari pertumbuhan 7,4 persen pada tahun lalu, lapor AFP.

Negara berkembang Asia Timur akan tumbuh 6,7 persen, berkurang dari 6,9 persen pada 2014, Bank Dunia menambahkan dalam edisi terbaru laporan perkembangan ekonomi Asia Timur dan Pasifik.

Berdasarkan definisi bank, negara berkembang Asia Timur meliputi 14 negara.

"Meskipun pertumbuhan di Asia Timur sedikit lebih lambat, wilayah ini masih akan menyumbang sepertiga dari pertumbuhan global, dua kali kontribusi gabungan dari semua negara berkembang lainnya," Axel van Trotsenburg, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Pertumbuhan lebih lambat di Tiongkok kemungkinan akan mengekang dampak positif dari harga minyak yang lebih rendah dan pemulihan di negara-negara maju, namun bank mengatakan negara-negara kawasan ini akan mengambil keuntungan dari jatuhnya harga minyak yang bisa mendorong reformasi fiskal ditujukan untuk meningkatkan pendapatan seperti memotong subsidi bahan bakar.

"Di Tiongkok, rekayasa pergeseran bertahap ke jalur pertumbuhan yang lebih berkelanjutan akan terus menjadi tantangan bagi para pembuat kebijakan, mengingat pelemahan sektor riil dan kerentanan sistem keuangan," kata bank, menambahkan bahwa reformasi "akan menekan aktivitas dalam jangka pendek".

Bank memangkas proyeksi pertumbuhan di Filipina menjadi 6,5 persen tahun ini dari perkiraan Oktober sebesar 6,7 persen, tetapi ini masih lebih tinggi dari ekspansi 6,1 persen pada tahun lalu.


Pertumbuhan Indonesia

Untuk Indonesia, pertumbuhan tahun ini diperkirakan datang pada 5,2 persen, lebih lambat dibandingkan perkiraan bank sebelumnya 5,6 persen tetapi masih lebih kuat daripada ekspansi tahun lalu 5,0 persen.

Ekonomi Thailand kemungkinan akan mengalami "rebound" yang kuat dan tumbuh sebesar 3,5 persen pada tahun ini dari hanya 0,70 persen pada 2014 karena stabilitas politik yang lebih besar mendorong belanja konsumen dan investasi.

Namun, bank mengatakan pertumbuhan Malaysia -- pengekspor minyak terbesar di Asia Tenggara -- akan melambat menjadi 4,7 persen dari 6,0 persen tahun lalu karena negara itu merasakan cubitan dari harga minyak mentah yang tertekan, sementara penerapan pajak barang dan jasa bulan ini akan mempengaruhi konsumsi.

Pertumbuhan Malaysia akan meningkat menjadi 5,0 persen pada 2016, katanya.

"Asia Timur dan Pasifik telah berkembang meskipun pemulihan global tak stabil (goyah) dari krisis keuangan, tetapi tetap banyak risiko untuk kedua wilayah ini baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," kata kepala ekonom bank Sudhir Shetty.

Di antara risiko-risiko tersebut adalah penurunan di zona euro dan Jepang, dua dari pasar ekspor utama kawasan, kata bank.

Bank Dunia juga memperingatkan bahwa suku bunga AS yang lebih tinggi dan penguatan dolar "dapat menaikkan biaya pinjaman, menghasilkan volatilitas keuangan dan mengurangi aliran modal ke wilayah tersebut."

Federal Reserve terpecah tentang kapan harus menaikkan suku bunga ultra-rendah AS, dengan skenario waktu mulai dari Juni tahun ini hingga sekitar 2016, menurut risalah pertemuan kebijakan terakhirnya yang dirilis pekan lalu.

(Uu.A026)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015