Yogyakarta (ANTARA News) - Kementerian Komunikasi dan Informatika berharap Dewan Pers dapat mengawasi dan melaporkan media massa atau perusahaan pers yang tidak berbadan hukum untuk ditindak karena telah menyalahi Undang-Undang Pers.

"Kami serahkan ke Dewan Pers, lalu kalau tidak ada laporan ya kami tidak bisa menindak lebih lanjut untuk memblokir," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Media Massa Henry Subiakto dalam seminar nasional bertajuk "Revolusi Mental Pers: Sejarah Baru Pers Indonesia" di Yogyakarta, Selasa.

Menurut Henry, aturan mengenai kewajiban media massa harus berbadan hukum pada dasarnya telah tercantum dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang (UU) Pers, sehingga tidak perlu diatur dengan regulasi baru untuk mempertegasnya.

Selain itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sudah semestinya website media massa khususnya "online" menggunakan domain Indonesia yang dilindungi oleh Undang-undang yakni ".co.id", bukan ".com" yang merupakan domain Amerika.

"Dengan menggunakan ".co.id" kami bisa melacak identitas media tersebut, karena akan terdata di database kami," kata Henry.

Dia menyadari seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi, kemunculan media-media online semakin tidak terbendung. Keberadaannya, menurut dia, secara otomatis akan menjadi konsumi masyarakat tanpa membedakan mana yang memenuhi kode etik jurnalistik, serta memenuhi syarat sebuah perusahaan media.

"Sekarang ini siapa pun bisa membuat media, bisa ditutup dan dibuka lagi, sementara tidak ada badan yang betul-betul mengawasinya," kata dia.

Oleh sebab itu, ia berharap, Dewan Pers dapat lebih agresif mengkaji persoalan tersebut, sebab jika keberadaan sebuah situs media massa dinilai tidak memenuhi syarat oleh Dewan Pers, Kemenkominfo dapat menindaklanjuti dengan memblokir."Kalau Dewan Pers minta situs itu diblokir maka kami akan memblokir," kata Henry.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015