Beijing (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Selasa, mengancam akan menghukum sebuah organisasi nonpemerintah ternama, yang melobi pembebasan lima pegiat perempuan, dan mengatakan bahwa lembaga swadaya masyarakat (LSM) tersebut harus bertanggung jawab karena "melanggar hukum".

Yirenping merupakan LSM antidiskriminasi yang membela hak-hak penderita HIV, hepatitis B, perempuan dan para difabel.

Pemerintahan Presiden Xi Jinping menahan ratusan pegiat dalam dua tahun terakhir, yang oleh kelompok pembela HAM disebut sebagai langkah terburuk sepanjang dua dasawarsa untuk membungkam perbedaan pendapat.

Pada akhir Maret, polisi Tiongkok menyerbu kantor Yirenping dan menyita beberapa komputer jinjing serta daftar kontak, kata seorang pendiri LSM tersebut, Lu Jun, kepada Reuters.

LSM tersebut juga melobi untuk pembebasan lima pegiat perempuan, yang penahanannya telah memantik kemarahan pihak Barat serta penggerak HAM Tiongkok.

Para pegiat perempuan yang berkampanye melawan kekerasan dalam rumah tangga serta diskriminasi tersebut pada Senin dibebaskan dengan jaminan.

"Untuk organisasi tempat mereka bernaung, Pusat Yirenping Beijing, karena organisasi ini diduga melanggar hukum, mereka akan menghadapi hukuman," kata juru bicara Kemenlu Tiongkok Hong Lei.

Belum jelas hukuman apa yang akan dikenakan terhadap Yirenping.

Dalam sebuah pernyataan kepada wartawan pada Selasa malam, Lu mengatakan LSM tersebut akan menggunakan pengacara untuk merespons tuduhan tersebut serta tindakan penyerbuan kantor mereka pada Maret.

Lu mengatakan berbagai departemen dalam kepolisian telah memantau Yirenping sejak LSM tersebut didirikan pada 2006.

"Kami punya alasan untuk meyakini bahwa jika Yirenping benar-benar terlibat dalam tindakan ilegal, polisi sudah lama akan mengangkat kasus itu, dan bukan kementerian luar negeri seperti sekarang ini," kata Lu.

Selama lebih dari sebulan, Lu berkampanye untuk pembebasan para pegiat tersebut, mengirim informasi kepada jurnalis serta membuat grup di akun Facebook bernama "Bebaskan feminis Tiongkok".

Wang Zheng, peneliti masalah perempuan dan jender pada Universitas Michigan mengatakan ia yakin otoritas Tiongkok menyasar para pegiat perempuan itu karena "mereka ingin memukul Yirenping".

"Pihak berwenang mungkin tidak ingin membuat guncangan terlalu besar dengan menahan pemimpin Yirenping, sehingga mereka menahan perempuan-perempuan muda ini untuk mengirimkan pesannya," kata Wang seperti dikutip dalam wawancara yang dipublikasikan dalam China Change, laman masyarakat madani di Tiongkok.

"Mereka berhasil menakut-nakuti Yirenping. Begitu para feminis muda ini ditahan, setiap orang yang bekerja di Yirenping tahu ini terkait dengan Yirenping," katanya.

(Uu.S022)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015