Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka setelah ditahan di rumah tahanan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama periode 2012-2013.

SDA yang tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.30 WIB dengan mengenakan rompi tahanan oranye tersebut tidak berkomentar mengenai pemeriksaannya dan langsung masuk ke ruang steril KPK.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.

Selain SDA, KPK hari ini juga memeriksa tujuh orang saksi dari pihak swasta yaitu Mohammad Yamin Musadi, Ilham Muhammad Thoyib, Andi Suwarko Suyitno, Ruswanto Mad Sapingi, Raguan Ahmad Aljufri, Endro Suswantoro Yahman dan Sahal Maemun.

KPK menahan SDA pada Jumat (10/4) meski ia menolak untuk menandatangani surat perintah penahanan itu berikut berita acaranya.

Sebelumnya, SDA mengajukan praperadilan namun permohonanya ditolak oleh hakim tunggal Tatik Hadiyanti pada Rabu (8/4).

KPK mengenakan dua sangkaan kepada Suryadharma yaitu dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama 2012-2013 dan 2010-2011.

KPK dalam kasus ini menduga ada pelanggaran dalam beberapa pokok anggaran yaitu Badan Penyelenggara Ibadah Haji, pemondokan, hingga transportasi di jamaah haji di Arab Saudi yang mencapai Rp1 triliun pada 2012-2013.

Suryadharma Ali diduga mengajak keluarganya, unsur di luar keluarga, pejabat Kementerian Agama hingga anggota DPR untuk berhaji padahal kuota haji seharusnya diprioritaskan untuk masyarakat yang sudah mengantre selama bertahun-tahun.

Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali menjadi tersangka berdasarkan sangkaan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015