Jakarta (ANTARA News) - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk merasa dianaktirikan dalam kegiatan pengelolaan jaringan gas bumi di Indonesia.

"Kami ini teranaktirikan. Pasalnya setiap ada alokasi gas baru, kami tidak masuk listing (daftar)," kata Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu.

Hendi menuturkan, sejak ada alokasi gas baru pada 2009, yang mendapatkan jatah adalah badan usaha milik daerah (BUMD) yang ternyata dimanfaatkan badan usaha lain.

"Ini praktik yang tidak sehat karena juga bisa memberatkan infrastruktur gas Indonesia. Kami harap kendala seperti ini bisa dihilangkan," katanya.

Selain tidak masuk dalam daftar penerima alokasi gas, Hendi juga mengeluhkan pihaknya yang merupakan badan usaha milik negara tidak mendapatkan perpanjangan kontrak gas.

Padahal, perusahaan gas pelat merah itu merupakan salah satu perusahaan yang sudah memiliki infrastruktur gas untuk kegiatan tata kelola gas bumi.

Dengan memberikan alokasi gas kepada badan usaha niaga gas yang tidak memiliki jaringan infrastruktur gas, Hendi mengkhawatirkan terhambatnya pembangunan jaringan gas.

Pada akhirnya, penyediaan pasokan gas bumi bagi para pelanggan juga akan terganggu.

Dalam catatannya, dari sekitar 74 badan usaha niaga gas di Indonesia, 90 persen di antaranya tidak memiliki jaringan infrastruktur gas bumi.

"Hal ini telah menghambat mata rantai yang cukup panjang dalam distribusi gas dan jelas menambah biaya kepada pelanggan akhir gas bumi," ujarnya.

Lebih lanjut, Hendi juga mengaku pihaknya terkendala masalah perolehan tanah dan perizinan.

Menurut dia, dalam proses perolehan tanah untuk membangun jaringan gas, pihaknya harus melakukan skema business to business tanpa ada dukungan pemerintah.

"Untuk infrastruktur gas bumi, kami tidak punya kelas untuk kepentingan masyarakat umum. Kami diklasifikasi sebagai badan usaha biasa. Coba kalau (gas) disamakan seperti jalan tol dan listrik yang untuk publik, mungkin kami bisa dapat kemudahan," ujarnya.

Hendi bahkan mengaku rela membayar iuran penyediaan lahan kepada pemerintah agar bisa mengalokasikan dana perusahaan untuk pembangunan gas.

"Seandainya pemerintah bisa melakukan penyediaan lahan, kami siap membayar iuran ke negara sehingga dana untuk perolehan tanah bisa dialokasikan untuk pembangunan gas. Tentu kami akan bisa lebih cepat bekerja untuk mempercepat pembangunan jaringan gas," katanya.

PGN merupakan salah satu BUMN yang kerap disangsikan statusnya lantaran sekitar 35 persen sahamnya dimiliki publik, termasuk asing, setelah go public pada 2003.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015