Jakarta (ANTARA News) - Kekuatan penjaga udara Indonesia selama ini juga disumbang oleh kehadiran armada F-16 Fighting Falcon buatan Amerika Serikat, yang telah datang sejak 1989 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. 




Saat itu, Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang mengoperasikan pesawat jet tempur tercanggih pada generasinya itu, yaitu F-16 Fighting Falcon A/C Block 15 OCU, dari hanggar produksi pabriknya, General Dinamics. 




Bisa dibilang pada masa itu lompatan besar penguasaan teknologi, doktrin, dan taktik tempur dan perang udara atau operasi militer gabungan bagi TNI AU dan keseluruhan TNI. 




Baru 10 tahun sejak diluncurkan resmi oleh General Dinamics dan dioperasikan Angkatan Udara Amerika Serikat, dan Indonesia telah memiliki 12 unit F-16 itu. 




Dalam perjalanannya, F-16 ini tidak terlalu mulus amat. Sebutlah dukungan sistem peluru kendalinya, bom udara-permukaan, dan alih teknologi yang saat itu juga harus melalui perjuangan besar. 




Apalah gunanya pesawat tempur sangat canggih tanpa sistem kesenjataan dan sistem penginderaan serta sistem pengawasan/pengintaian? 




Pesawat tempur bermesin tunggal dengan kemampuan multi peran ini juga beberapa ada yang jatuh, terbakar, dan hancur sama sekali. 




Paling diingat orang adalah saat satu unit F-16 jatuh di ujung selatan landas pacu Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, pada pertengahan dasawarsa ’90-an. 




Belum lagi setelah Amerika Serikat mengembargo suku cadang dan persenjataan si Elang Penempur ini. Sangat terasa akibatnya, ibarat juara tinju yang ditakuti namun sakit-sakitan dan saat itulah banyak sekali pelanggaran udara nasional terjadi. Salah satu penyumbang hal ini adalah “mata dan telinga” TNI AU/TNI menjadi tidak sensitif karena barisan radar dan sistem peringatan dini terciderai. 




Saat itulah kesiapan operasional dan cakupan wilayah radar-radar Komando Pertahanan Udara Nasional TNI sangat kurang. 




Waktu berjalan, perkembangan politik juga terjadi dan Amerika Serikat kembali menjadi teman yang baik. Mereka memberi ijin Indonesia membeli lagi F-16 Fighting Falcon ini, namun versi yang lebih baru-canggih. 




Setelah lama mempertimbangkan, apakah membeli pesawat tempur yang baru dan canggih namun dalam jumlah sedikit atau yang bekas tapi diperbarui dan jumlahnya banyak, akhirnya pilihan jatuh kepada yang kedua. 




Itulah kemudian yang dinamakan Proyek Peace Bima Sena II sebagai bagian dari pemenuhan Keperluan Minimum Esensial TNI AU. Tiga dari total 24 unit F-16 Fighting Falcon Block 52ID kemudian diterbangkan dari Hawaii-Guam-Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahjudi, Jawa Timur, pada 25 Juli 2014. 




Yang menarik, kontrak pembelian ke-24 unit pesawat tempur itu terbilang murah, yaitu hanya 700 juta dolar Amerika Serikat (hampir Rp1 triliun saat itu). Dari sisi garis produksi, versi tercanggih F-16 dari hanggar Lockheed Martin adalah F-16 Figthing Falcon Block 60 yang dipunyai Uni Emirat Arab. 




Sementara Proyek Peace Bima Sena II berasal dari Block 25 eks Angkatan Udara Garda Nasional (National Guard Air Force) yang diperkuat (Defence Industry Daily, 2014). 




Amerika Serikat sudah lama meninggalkan Block 25 karena tidak memenuhi keperluannya lagi walau beberapa Block 15 masih dipergunakan sebagai pesawat tempur transisisi. 




Dikarenakan pemesannya Indonesia, maka kodenya diubah, menjadi F-16 Fighting Falcon Block 52ID, yang dibongkar total di Pangkalan Udara Hill, Utah, tempat Pusat Logistik Angkatan Udara Amerika Serikat bertempat. 




Ada beberapa hal pokok yang diimbuhkan kepada dia, yaitu sistem kokpit, sistem komputer persenjataan, juga sistem avionika. 




Yang lebih vital adalah pemasangan komputer misi MMC-7000A, sebagai standar “otak” Block 52+. Belum lagi sistem radar AN/APG-68, ditunjang sistem GPS/INS tercanggih sebagai andalan sistem penuntun bom udara-darat yang lebih presisi. 




Untuk menangkal serbuan sistem anti perang elektronika, Block 52ID ini dilengkapi AN/ALQ-213 dan lain-lain. Semuanya masih ditambah mesin baru yang lebih kuat dari Pratt and Whitney F100-PW-220/E yang berdaya dorong maksimal 24.000 lbs, sehingga rasio bobot pesawat terbang dibandingkan daya dorong adalah 0,64 ketimbang 0,56 pada Block 15.




Jadi, dengan tubuh yang lama, terdapat jiwa dan kemampuan muda, di dalam F-16 Fighting Falcon Block52ID itu. 

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015