... hingga kini Palestina belum mendapatkan kemerdekaannya sementara negara-negara KAA pada 1955 telah mendapatkan kemerdekaan...
Jakarta (ANTARA News) - Enam puluh tahun lalu ketika negara-negara Asia Afrika berkumpul di Bandung, Indonesia, untuk mengusung ide besar yang mengubah tatanan dunia dengan satu seruan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa yang kemudian mengakhiri glamorisasi era "para penjelajah", Palestina hadir di kota kembang itu.

Saat itu, Palestina hadir dengan nama Jerusalem Palestina. Saat itu, Israel telah menyatakan diri sebagai negara dengan sebagian wilayahnya juga mencakupi Jerusalem Palestina, pada 1948, sejalan dengan politk zionisme-nya alias kembali ke Bukit Zion.

Enam puluh tahun berlalu dan kala masing-masing negara yang turut membahas Dasasila Bandung bergerak maju, Palestina seakan diam di tempat apabila tidak bisa dikatakan mundur.

Bagi rakyat Palestina, kemerdekaan belum beranjak dari harapan dan mimpi, yang seakan terkesan makin pelik dari waktu ke waktu.

Selaras dengan cita-cita besar para pendahulu bahwa setiap manusia terlahir merdeka maka tidak selayaknya juga rakyat Palestina masih mempertanyakan bumi tempat mereka dipijak kala seluruh dunia telah sepakat jika penjajahan adalah suatu hal yang tercela.

Oleh karena itu kiranya tidak berlebihan jika Pemerintah Indonesia selaku tuan rumah peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika menjadikan isu kemerdekaan Palestina sebagai salah satu agenda utama yang membutuhkan perhatian para pemimpin Asia Afrika.

Pemerintah Indonesia bahkan optimis jika kemerdekaan Palestina bisa diakui oleh seluruh dunia, khususnya negara-negara Asia Afrika setelah isu tersebut dibahas dalam agenda utama peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika pada 18-24 April.

"Saya yakin kemerdekaan Palestina akan diterima nanti. Jika negara-negara Asia Afrika sudah mengakuinya, tentunya akan menjadi pendorong bagi negara lain untuk memberi pengakuan," kata Direktur Kerja sama Teknik Kementerian Luar Negeri RI Siti Nugraha Mauludiah

Siti yang ditemui usai diskusi diplomatik bertema �Strengthening South South Cooperation to promote World Peace and Prosperity� yakin jika pengakuan kemedekaan Palestina ini bisa terealisasi dengan berkaca pada pertemuan Kemitraan Baru Asia Afrika (NAASP) 2008.

Sementara itu Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi, mengatakan, menjelang peringatan koferensi tersebut bahwa acara itu sangat penting bagi perjuangan rakyat Palestina dalam memperoleh kemerdekaan yang menyeluruh.

"Palestina ikut serta dalam Konferensi Asia Afrika pada 1955 yang menghasilkan Dasasila Bandung. Dan hingga kini Palestina belum mendapatkan kemerdekaannya sementara negara-negara KAA pada 1955 telah mendapatkan kemerdekaan," katanya.

Ia berharap peringatan Konferensi Asia Afrika menegaskan bagaimana negara di kawasan Asia dan Afrika mendukung kemerdekaan Palestina serta perdamaian di muka bumi.

Ia juga menilai sekalipun situasi negaranya saat Konferensi Asia Afrika 1955 dan sekarang jauh berbeda,namun tetap memiliki tantangan yang sama.

"Tantangannya tetap sama, baik dulu maupun sekarang. Kemerdekaan ini merupakan pekerjaan rumah yang belum selesai dan perlu ditangani secara serius. Tantangan yang tersulit bagi kami adalah besarnya jumlah populasi/penduduk," kata Fariz.

Ia menegaskan Palestina membutuhkan dukungan politik yang lebih dari berbagai negara untuk membangun kembali infrastruktur, lembaga pendidikan, maupun rumah sakit di Jalur Gaza.

"Sehingga kita ingin menjadi anggota penuh dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Karena itu kita butuh dukungan dari negara kawasan Asia Afrika," kata Fariz yang juga mengapresiasi dukungan Pemerintah Indonesia pada kemerdekaan negerinya.

Tiga Agenda Utama
Kepala Sub Direktorat Kerjasama Intra-kawasan Asia Pasifik Afrika Kemlu Ferdy Piay menyampaikan bahwa Pertemuan Konferensi Asia Afrika (KAA) akan fokus membahas tiga dokumen utama, yaitu Bandung Message, Deklarasi Penghidupan Kembali Kemitraan Baru Strategis Asia-Afrika , dan Deklarasi Dukungan Kemerdekaan Palestina.

Menurut Ferdy, pertemuan para pejabat tinggi (Senior Official Meeting/SOM) Asia-Afrika akan fokus pada elaborasi ketiga dokumen tersebut.

"SOM akan dimanfaatkan untuk finalisasi pembahasan bahasa yang dipakai dalam ketiga dokumen tersebut," ujar dia.

Pembahasan ketiga dokumen utama itu kemudian akan dilanjutkan pada Pertemuan tingkat Menteri Asia-Afrika (Asia Africa Ministerial Meeting), dan hasil dari pembahasan ketiga dokumen itu akan diputuskan pada saat Pertemuan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan (Asia Africa Leaders Summit).

Diplomat Fungsi Ekonomi Perwakilan Tetap RI di New York Purnomo Chandra mengatakan bahwa ketiga dokumen utama KAA itu telah dibahas dan dirundingkan oleh perwakilan negara-negara Asia dan Afrika sejak akhir Januari di New York.

"Kita sudah melakukan empat putaran perundingan besar di New York yang melibatkan sepertiga negara (Asia Afrika) yang diundang," ungkap dia.

"Dari empat tahap negosiasi itu, ada beberapa negosiasi kecil yang kita lakukan dengan beberapa negara. Misalnya, terkait isu Palestina, ada negara yang keberatan dengan bahasa yang digunakan karena dianggap terlalu keras padahal negara itu belum mengakui kemerdekaan Palestina," lanjut Purnomo.

Menurut dia, melalui perundingan dan pembahasan ketiga dokumen utama KAA itu diupayakan lahirnya produk-produk kerja sama yang lebih konkret dan lebih bermanfaat langsung bagi masyarakat Asia dan Afrika.

"Kami terus menekankan bahwa kita ini ingin makmur bersama-sama dan mencari cara menciptakan kesejahteraan. Selain itu, pola evaluasi akan diperkuat karena kita ingin melihat apa yang sudah disepakati memang ada hasilnya," ujar dia.

Dari Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika 2015 adalah cara terbaru yang tempuh oleh rakyat Palestina untuk memperjuangkan kemerdekaannya setelah tiga tahun terakhir berjibaku memperoleh keanggotaan di lembaga-lembaga internasional, terutama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Ketika peluangnya untuk mendapatkan kursi anggota PBB terpaksa tertunda dengan adanya veto dari salah satu negara pemegang hak veto, rakyat Palestina kemudian memilih melakukan gerilya diplomasi untuk menggalang pengakuan kemerdekaan dari negara-negara internasional.

Hasilnya, apabila secara tradisi negara-negara yang mengakui kemerdekaan Palestina sebagian besar adalah negara-negara yang memiliki pengalaman sama ataupun negara-negara muslim dan Asia maka dalam beberapa waktu terakhir sejumlah negara Eropa dan Amerika Latin mulai menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Palestina sebagai negara.

Semangat kebersamaan negara-negara Asia Afrika, yang sebagian besar pernah melalui saat-saat berat hidup dibawah tekanan ataupun penjajahan negara lain, diharapkan dapat menjadi pemicu gelombang pengakuan yang kemudian dapat menyelesaikan salah satu konflik lama di dunia itu.

Apalagi, menurut Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan Swedia, Belanda, Kuba dan Venezuela telah mengonfirmasi kehadirannya sebagai negara peninjau dalam konferensi itu.

Penghelatan akbar peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika kali ini memang diharapkan tidak sekedar menjadi sebuah acara seremonial belaka. Dunia yang lebih aman dan damai menjadi tujuan akhirnya dengan menyelesaikan salah satu pekerjaan rumah dunia dalam mewujudkan kemerdekaan bagi segala bangsa.

Ketika para pemimpin Asia Afrika berkumpul di Jakarta 18-23 April dan melakukan napak tilas di Bandung pada 24 April, tidak hanya sejarah yang ingin dikenang namun semangat untuk kembali menjalin kebersamaan seperti 60 tahun lalu saat para pemimpin saat itu mencetuskan cita-cita mulia tersebut.

Oleh GNC Aryani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015