Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akan memanggil Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi untuk dimintai keterangan dalam sidang sengketa kepengurusan Partai Golkar.

"Kami akan memanggil pak Muladi selaku Ketua Mahkamah Partai Golkar untuk dimintai keterangannya," kata Ketua Majelis Hakim sidang sengketa kepengurusan Partai Golkar Teguh Satya Bhakti dalam sidang lanjutan sengketa kepengurusan Partai Golkar di Jakarta, Senin.

Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi akan dipanggil, karena dalam persidangan yang berlangsung hari ini pihak penggugat (kubu Aburizal Bakrie) dengan tergugat/tergugat intervensi (Kemenkumham dan kubu Agung Laksono) memiliki perbedaan penafsiran atas putusan Mahkamah Partai Golkar.

Menurut Majelis Hakim PTUN, sidang sengketa kepengurusan partai beringin akan dilanjutkan pada Senin 27 April 2015. Selain memanggil Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi, dalam kesempatan itu pihak tergugat dan tergugat diberikan kesempatan menghadirkan saksi ahlinya.

Kuasa Hukum Golkar kubu Agung Laksono, OC Kaligis menilai kehadiran Muladi di persidangan akan menguntungkan bagi pihaknya. Sebab sebelumnya Muladi selaku Ketua Mahkamah Partai Golkar telah menyatakan menghormati SK pengesahan Menkumham atas kepengurusan Golkar dibawah kepemimpinan Agung Laksono.

"(Kehadiran) Muladi bagi saya bagus. Saya yakin (menguntungkan), karena sudah ada surat beliau menyatakan menghormati SK Menkumham," jelas OC Kaligis.

Ketua DPP Golkar bidang Hukum dan HAM dari kubu Agung Laksono, Lawrence Siburian mengharapkan Muladi dapat menyampaikan apa yang sudah diputuskannya secara apa adanya.

"Sepanjang Ketua Mahkamah Partai menyampaikan apa yang sudah dia putuskan dalam persidangan itu oke-oke saja. Jangan menyampaikan sesuatu yang baru, dan dia tidak boleh memberikan pendapat pribadi, jadi apa adanya saja," kata dia.

Sementara itu kubu Aburizal Bakrie dalam persidangan tampak tidak menyatakan keberatannya atas rencana Majelis Hakim PTUN memanggil Muladi.

Sekjen Partai Golkar pimpinan Aburizal Bakrie, Idrus Marham meyakini dalam amar putusannya Mahkamah Partai Golkar tidak mencapai kesatuan pendapat dan tidak mengesahkan munas Golkar mana pun. Pernyataan yang tertera setelah amar putusan, menurut dia, merupakan pendapat hakim pribadi dan bukan termasuk amar putusan Golkar.

Sebelumnya dalam sidang Mahkamah Partai Golkar empat hakim mahkamah memiliki pendapat berbeda atas sengketa kepengurusan partai beringin.

Dua anggota Mahkamah Partai Golkar yakni Muladi dan HAS Natabaya menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie kala itu tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela PN Jakarta Barat.

Langkah tersebut dianggap Muladi dan Natabaya sebagai sikap bahwa kubu Aburizal tidak ingin menyelesaikan perselisihan kepengurusan Golkar melalui Mahkamah Partai, sehingga Muladi dan Natabaya hanya mengeluarkan rekomendasi agar kubu pemenang dalam proses kasasi itu, tidak mengambil semuanya, merehabilitasi kader Golkar yang dipecat, mengakomodasi kubu yang kalah dalam kepengurusan, dan kubu yang kalah diminta untuk tidak membentuk partai baru.

Sementara anggota lain majelis Mahkamah Partai, Djasri Marin dan Andi Mattalatta, menilai Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Golkar secara aklamasi digelar tidak demokratis.

Djasri dan Andi menilai pelaksanaan Munas IX Jakarta jauh lebih terbuka, transparan, dan demokratis meskipun memiliki banyak kekurangan.

Disisi lain pihak Agung Laksono lantas mendaftarkan kepengurusannya ke Kemenkumham berbekal putusan Mahkamah Partai Golkar yang dinilai telah mengesahkan kubunya itu. Sedangkan Menkumham pada gilirannya mengeluarkan SK mengesahkan kepengurusan Golkar dibawah kepemimpinan Agung Laksono.

SK Menkumham itu lah yang saat ini tengah digugat kubu Aburizal Bakrie di PTUN Jakarta.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015