Jakarta (ANTARA News) - Pakar Hubungan Internasional Makarim Wibisono menyarankan agar Indonesia bisa memanfaatkan momentum penyelenggaraan Peringatan 60 Tahun dan Pertemuan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 di Jakarta-Bandung untuk memotori bangsa-bangsa Asia-Afrika menguatkan global governance atau atau tata kelola global yang baik.

"Indonesia harus bisa mengarahkan bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk menjadi motor atau generator dalam penguatan sistem multilateral, penguatan global governance," kata Makarim saat dihubungi dari Jakarta, Senin.

Makarim, yang juga merupakan Pelapor Khusus untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Palestina, menilai sistem global governance saat ini tidak berjalan dengan baik.

Hal itu terlihat dengan kegagalan PBB mengatasi berbagai isu-isu yang berkembang dan mendapat sorotan dari seluruh dunia, termasuk polemik Negara Islam Irak dan Syam (ISIS), Boko Haram di Nigeria dan konflik Crimea di Ukraina.

"Ada kasus ISIS, PBB tidak bisa mengatasinya. Ada kasus Boko Haram di Nigeria, PBB tidak bisa mengatasinya. Ada kasus separatisme di Ukraina, PBB juga tidak bisa mengatasinya.

"Berarti ada sesuatu yang terlewat dalam sistem global governance yang ada," katanya.

Makarim menekankan betapa pentingnya Indonesia untuk bisa memanfaatkan momentum Peringatan 60 Tahun KAA demi mendorong bangsa-bangsa Asia-Afrika menjadi generator penguatan sistem multilateral.

Pasalnya, apabila sistem multilateral atau global governance ini tidak segera diperkuat kembali akan ada risiko besar menghadang.

"Kalau global governance tidak diperkuat, nanti skenario alternatifnya adalah unilateral. Yaitu ada satu negara kuat dan maju, dia akan berpengaruh dan mengambil langkah-langkah militer dalam penyelesaian masalah-masalah tersebut dan bangsa-bangsa lainnya hanya akan menjadi korbannya," kata Makarim.

Selain pilihan untuk mendorong peran aktif bangsa-bangsa Asia-Afrika menjadi motor sistem multilateral, Indonesia juga perlu untuk memimpin kesepakatan yang sudah disetujui satu dekade silam dalam Peringatan 50 Tahun KAA yaitu Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (NAASP).

Sebab, lanjut Makarim, dari akarnya KAA saat pertama kali terdapat tiga komite yakni politik, ekonomi dan kebudayaan, namun hanya komite politik yang menghasilkan Dasasila Bandung yang buahnya memiliki pengaruh dan manfaat nyata dan berkepanjangan.

"Komite politik itu menghasilkan Dasasila Bandung, yang dalam perjalanannya sangat berpengaruh dan bermanfaat, termasuk menjadi rahim kelahiran gerakan nonblok, juga jadi rujukan pembinaan konsensus di kalangan negara-negara PBB.

"Sedangkan hasil komite ekonomi dan kebudayaan tidak dilaksanakan dengan baik. Sekarang sudah ada NAASP, kalau bisa Indonesia menjadi motor penggerak NAASP," pungkas Makarim.

KAA 2015 digelar pada 19-23 April di Jakarta dan 24 April di Bandung. Pada 21-22 April, diselenggarakan Pertemuan Puncak Bisnis Kawasan Asia-Afrika (Asian-African Business Summit).

Selanjutnya pada 22 April digelar pelaksanaan KTT hari pertama. Pada 23 April pelaksanaan KTT hari kedua, dan direncanakan akan ada jamuan makan malam oleh Presiden Joko Widodo untuk para kepala negara. Pada 24 April, hari terakhir rangkaian pelaksanaan KAA, akan dilakukan napak tilas (historical walk) KAA oleh para kepala negara  dan kepala pemerintahan di Bandung.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015