Jakarta (ANTARA News) - Hari keempat penyelenggaraan Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 di Jakarta semakin menumbuhkan optimisme akan munculnya sebuah kesatuan suara dari bangsa-bangsa Asia-Afrika terkait tiga dokumen utama yang dibahas sepanjang rangkaian pertemuan.

Optimisme itu disampaikan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Thamrin yang ditunjuk selaku Juru Bicara KAA dan menyebutkan bahwa tiga dokumen hasil KAA, yakni Bandung Message, Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika dan Deklarasi Dukungan Kemerdekaan Palestina mendapatkan tanggapan baik dari semua pemimpin negara yang hadir.

Bandung Message menekankan tiga hal, yaitu solidaritas politik, kerja sama ekonomi dan hubungan sosial budaya di antara negara-negara Asia Pasifik.

Kemudian Deklarasi Penguatan NAASP ditujukan untuk mendorong bentuk-bentuk kerja sama konkret dengan delapan area fokus yakni terorisme, kejahatan transnasional, ketahanan pangan, ketahanan energi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), pariwisata, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Sedangkan Deklarasi Palestina berisi dukungan konsisten dari negara-negara Asia-Afrika terhadap berdirinya Negara Palestina dan hak-hak dasar warga Palestina.

Dari tiga dokumen utama tersebut, hanya Bandung Message yang akan ditandatangani secara simbolis oleh pemimpin negara-negara Asia-Afrika, yakni Presiden RI Joko Widodo bersama satu wakil negara Asia dan satu wakil negara Afrika, meski belum diputuskan siapa negara mana yang akan menjadi wakil.


Penguatan Palestina

Pada pertemuan tingkat kepala negara-pemerintahan KAA 2015, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, menyampaikan hasil Pertemuan Tingkat Menteri KAA (AAMM) yang salah satunya adalah kesepakatan untuk mendukung kemerdekaan Palestina dan menekankan pentingnya dukungan pembangunan kapasitas bagi Palestina.

Kesepakatan tersebut mendapatkan dukungan yang lebih luas dan tidak sebatas negara-negara anggota KAA, melainkan juga merangkul Swedia, yang menghadiri KAA sebagai negara peninjau.

Secara terpisah Menlu Retno dan Menlu Swedia Margot Wallstrom melakukan pertemuan bilateral di sela-sela KAA 2015, Rabu, yang mengasilkan kesepakatan bahwa kedua negara bekerja sama dalam memberikan dukungan pembangunan kapasitas bagi Palestina.

"Indonesia dan Swedia berkerja sama untuk meningkatkan pembangunan kapasitas di Palestina melalui Kerja sama Triangular," kata Menlu Retno.

Swedia memiliki peranan penting dalam rangkaian KAA yang salah satunya mengagendakan pembahasan dokumen Deklarasi Dukungan Kemerdekaan Palestina, mengingat mereka adalah negara Uni Eropa pertama yang mengakui kemerdekaan Palestina.

Menlu Wallstrom mengungkapkan meski negaranya mendapatkan banyak kritik dari sejumlah pihak ketiga terkait keputusan pengakuan kemerdekaan Palestina, hal itu tidak menyurutkan langkah mereka memberikan dukungan pembangunan kapasitas terhadap Palestina.

"Swedia telah memutuskan untuk mengakui Palestina, dan sekarang kami melakukan kerja sama bilateral dengan tujuan memenuhi kebutuhan rakyat Palestina. Kami telah memberikan dukungan bagi rakyat Palestina dalam hal proyek pembangunan, pencegahan perubahan iklim, kewirausahaan, dan pembangunan demokrasi," kata Menlu Wallstrom.

Sementara itu negara lain yang turut hadir sebagai peninjau, Venezuela, yang diwakili Wakil Presiden Jorge Arreaza menyampaikan bahwa Palestina membutuhkan dukungan dunia, khususnya negara Asia-Afrika, demi menyelesaikan konflik dengan Israel dan mendapat pengakuan sebagai negara yang merdeka.

"Kita tidak bisa menutup mata dan harus benar-benar menyadari bahwa Palestina butuh dukungan. Ini adalah persoalan yang serius karena menyangkut kedaulatan negara," kata Arreaza saat menyampaikan pidatonya dalam pertemuan tingkat kepala negara-pemerintahan KAA 2015 di JCC, Rabu.

Venezuela menganggap keadaan yang terjadi di Palestina salah satunya disebabkan ada negara di dunia yang mengembangkan dirinya dengan cara yang berbahaya dan menciptakan risiko bagi negara lain.

"Mari berkaca dari persoalan Palestina. Venezuela sendiri berkomitmen penuh untuk terus mendukung Palestina melawan terorisme," katanya.


Gugus tugas

Pada kari keempat KAA 2015, Indonesia mengusulkan pembentukan gugus tugas (task force) di antara negara-negara Islam yang tergabung dengan Organisasi Konferensi Islam (OKI).

"Berdasarkan pertemuan tadi dengan negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI, kita mengusulkan agar dibuat sebuah task force (gugus tugas) yang akan membuat sebuah kerangka strategi, kerangka komunikasi dan kerangka cara menindaklanjuti setiap pertemuan yang ada," ujar Presiden Joko Widodo di sela-sela acara Peringatan dan Konferensi Asia Afrika.

Pembentukan gugus tugas tersebut diusulkan menyusul tiga masalah besar yang sedang menjadi perhatian dunia, diantaranya masalah pengakuan Palestina sebagai sebuah negara, terorisme dan radikalisme dan konflik antar negara, ujar presiden menambahkan.

"Tadi disetujui dan negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI telah setuju untuk memberikan dukungan penuh agar masalah-masalah yang ada dapat segera bisa diselesaikan secara konkrit melalui langkah-langkah yang konkrit juga," kata Presiden.

Selain membentuk kesepakatan membentuk gugus tugas, negara-negara OKI juga menyerukan agar dua faksi di Palestina, Fatah dan Hamas, bersatu, dan mendukung kemerdekaan Palestina.

"Kami harap disamping kami perjuangkan kemerdekaan (Palestina) tetapi juga serukan agar Palestina bersatu dulu antara Hamas dan Fatah," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla usai menggelar pertemuan bilateral dengan sejumlah negara dalam rangkaian acara KAA 2015.

"Banyak negara-negara Islam meminta itu, bagaimana kita dorong persatuan internal dulu," katanya.


Optimalisasi KSS

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina menilai skema Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS) sangat penting untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara Selatan.

Pasalnya, negara-negara Selatan menghasilkan separuh dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, memproduksi separuh dari hasil ekonomi dunia serta melakukan lebih dari separuh aktivitas perdagangan global, namun hal-hal tersebut tidak serta merta mengubah fakta keras yang ada.

"Sekira 2,2 miliar orang di dunia masih hidup di bawah garis kemiskinan, lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan kronis dan lebih dari 200 juta orang terkena dampak perubahan iklim," kata Hasina saat menyampaikan pidatonya dalam pertemuan tingkat kepala negara-pemerintahan KAA 2015 di JCC.

Oleh karena itu, PM Bangladesh itu menilai bahwa negara-negara Selatan perlu bekerjasama untuk mengatasi tantangan pembangunan dan memastikan strategi pembangunan yang bersifat pro rakyat.

Hasina menekankan adanya tiga tantangan pembangunan yang harus dihadapi bersama, yaitu upaya melawan kelaparan dan ketidaksetaraan, upaya melawan terorisme dan ekstrimisme dan upaya untuk menjalin kerja sama erat yang berkelanjutan.

Sementara itu, Raja Jordania Abdullah II dalam pidatonya menilai sudah sepatutnya negara-negara KSS saling memberikan bantuan di bidang perekonomian, terutama untuk negara-negara yang tengah dilanda aksi terorisme.

"Kerja sama selatan-selatan dapat dan harus membantu negara-negara di kawasan yang ekonominya dieksploitasi oleh kelompok-kelompok teroris," ujarnya.

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan membantu menciptakan kesempatan-kesempatan baru untuk kaum muda di negara itu dan membangun sebuah landasan agar warga bisa hidup dalam suasana masyarakat yang damai.

"Melalui KTT ini dan pertemuan-pertemuan lainnya, kita bisa membentuk kerja sama dalam menciptakan jalan untuk pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat," ujarnya.

Hal itu senada dengan AAMM KAA 2015 yang disampaikan Menlu Retno dalam rangkaian pertemuan tingkat kepala negara-pemerintahan.

Menlu Retno menyebutkan bahwa AAMM sepakat untuk mendorong negara-negara Asia-Afrika untuk memajukan KSS dalam upaya mewujudkan perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan dunia.

"Kami berbagi pandangan mengenai pentingnya Kerja sama Selatan-Selatan dan pentingnya kebersamaan untuk memajukan Kerja sama Selatan-Selatan," ungkap Retno.

Oleh Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015