Jakarta (ANTARA News) - Keindahan Taj Mahal di Agra, India, yang dibangun oleh Kaisar Mughal, Shah Jahan, untuk mengenang istri tercintanya Mumtaz Mahal, sudah dikenal di penjuru dunia.

Konon, Shah Jahan, memanggil para arsitek, pemahat, pelukis, seniman kaligrafi, tukang kubah, dan perajin mozaik terbaik di seluruh penjuru kerajaan, Persia dan Iran untuk mengerjakan konstruksi Taj Mahal yang dimulai pada tahun 1631.

Beberapa dari para seniman itu kemudian enggan kembali ke negara asal dan menetap di Agra.  (Baca: Kepedihan di balik Taj Mahal)

Mereka menjadi pengrajin dan bekerja di pusat-pusat kerajinan tangan batu marmer tak jauh dari Taj Mahal, Agra, Uttar Pradesh, India.

Ada puluhan toko kerajinan tangan yang "menjual" warisan kearifan tersebut. Mereka menerapkan sistem bagi hasil dengan para seniman yang kebanyakan berasal dari Persia itu.

Pemandu wisata, Gulshan Kumar menjelaskan, dahulu kala, batu-batu marmer untuk membangun Taj Mahal dibawa dengan ribuan gajah dari jarak hampir 300 kilo meter jauhnya.

Saat ini, alih-alih untuk membangun Taj Mahal, para pengrajin mengubah pualam menjadi benda-benda cindera mata mulai dari tempat cincin, magnet kulkas, dan ornamen gajah-gajahan kecil seharga 300 Rupee (sekitar Rp60.000) hingga meja seharga puluhan ribu Rupee atau puluhan juta rupiah.

Menggunakan jasa pemandu wisata saat berkunjung ke Taj Mahal, biasanya wisatawan langsung ditawari melihat-lihat toko cindera mata hasil karya para seniman keturunan asli pembuat Taj Mahal.

Kecuali Anda memang benar-benar ingin membeli cenderamata itu, sebaiknya Anda segera meninggalkan toko di lima menit pertama. Kalau tidak, Anda akan merasa "terjebak" karena si penjual sedikit "memaksa" untuk membeli dengan cara menutup pintu toko.

Memasuki toko, wisatawan disambut seorang staff pemasaran yang luar biasa ramah. Dia menyuguhi para tamu dengan teh masala khas India yang segar sambil membawa para tamu ke sebuah bengkel kerajinan tangan tempat para seniman bekerja. 

Mereka duduk bersimpuh di lantai, sibuk menggerinda atau menatah piringan pualam.

Bukan hanya para pembuatnya yang masih keturunan asli para pengrajin dan penghias Taj Mahal, namun teknik pembuatannya juga diklaim masih sama persis, diwariskan turun-menurun sejak 500-an tahun yang lalu.

Membuat ornamen Taj Mahal sangatlah pelik dan memakan waktu. Untuk membuat sebuah plate kecil berdiameter 15 senti meter saja dibutuhkan kira-kira waktu tiga hingga enam bulan.

Pemandu wisata Gulshan Kumar menjelaskan, ada sekitar 43 jenis batu permata yang digunakan untuk memperindah Taj Mahal.

Hiasan pada dinding Taj Mahal antara lain menggunakan batu giok dan kristal dari Tiongkok, batuan Turqoise dari Tibet, Lapis Lazuli dari Afghanistan, Safir dari Sri Lanka, batuan Cornelian dari Arab, dan intan dari Panna.

Semua jenis batuan itu lalu dibentuk sesuai kebutuhan, kebanyakan ukurannya kecil-kecil hanya beberapa milimeter saja.

Batu-batu itu disusun pada marmer yang sebelumnya sudah dilubangi atau ditatah dengan motif tertentu. Menatah marmer atau pualam sangatlah sulit, butuh tenaga yang luar biasa untuk bisa melubangi batu, apalagi untuk membentuk motif.

Hampir semua pengrajin jari-jarinya terluka atau kulitnya sampai berlubang akibat mengerjakan proses tersebut. Setelah motif selesai dibuat, batu marmer kemudian dilapisi dengan cat dari henna.

Motif pahat tersebut lalu diisi dengan batu-batuan warna-warni yang ditempel dengan menggunakan lem alami yang sama persis yang dipakai 500 tahun lalu.

"Lem ini terbuat dari campuran berbagai sari mulai dari dari sari tebu, lilin dari sarang lebah, madu, jus lemon, debu pualam, dan lentil,' kata Ravi sang staff pemasaran toko.

Debu pecahan batu yang telah digerinda dipakai untuk menghaluskan permukaan setelah batu tatahan ditempel. Cat henna juga dibersihkan dalam proses penghalusan. Tahap penyelesaian akhir adalah pelapisan marmer dengan lapisan lilin.

Detil pengerjaan dan besarnya tenaga yang harus dicurahkan membuat kerajinan tangan marmer ini berharga cukup mahal. Sekeping tempelan kulkas dijual seharga 300 Ruppee (Rp60.000), sementara untuk meja berdiameter sekitar satu meter bisa dijual seharga 300.000 Rupee atau Rp60.000.000 tergantung banyaknya detil batu yang digunakan.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015