Inti tindakan pemerintah Indonesia adalah ketika kedaulatan negara yang menjadi taruhan maka tidak ada kompromi, bahkan pemerintah tidak harus tunduk pada tekanan
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Indonesia perlu bijak menghadapi reaksi pemerintah Australia pasca-pelaksanaan hukuman mati "duo Bali Nine" Rabu dini hari.

"Pemerintah perlu bijak menghadapi reaksi pemerintah Australia pasca-pelaksanaan hukuman mati," kata Hikmahanto di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya pemerintah Australia melalui Perdana Menteri Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Julia Bishop telah menyatakan pemerintah Indonesia akan menerima konsekuensi bila "duo Bali Nine" dieksekusi.

PM Abbott mengatakan bahwa Australia akan menunjukkan ketidaksukaannya atas pelaksanaan hukuman mati atas dua warganya.

Menurut Hikmahanto, apabila ketidaksukaan tersebut dalam bentuk nota protes diplomatik, bahkan pemanggilan pulang Dubes Australia kembali ke negaranya, maka pemerintah tidak perlu bereaksi.

"Ini mengingat dua tindakan tersebut masih dalam koridor tata krama hubungan antarnegara ketika suatu negara tidak menyukai kebijakan negara lain namun tetap menghormati kedaulatan negara tersebut," jelas Hikmahanto.

Namun apabila tindakan pemerintah Australia melebihi dari yang dimungkinkan maka tidak ada pilihan lain pemerintah Indonesia harus bersikap tegas dan keras.

"Inti tindakan pemerintah Indonesia adalah ketika kedaulatan negara yang menjadi taruhan maka tidak ada kompromi, bahkan pemerintah tidak harus tunduk pada tekanan," kata dia.

Dia menjabarkan tindakan tegas pemerintah Indonesia dapat bermacam-macam, mulai dari menghentikan segala bentuk kerjasama dengan Australia semisal di bidang manusia pencari suaka dengan tujuan Australia hingga perang melawan terorisme.

Dia juga menilai secara ekonomi pemerintah dapat melakukan moratorium impor sapi asal Australia.

Bila Australia menghentikan berbagai bantuan ke Indonesia, pemerintah harus melihat tindakan ini sebagai positif karena akan memandirikan Indonesia dan membebaskan Indonesia dari bantuan asing.

"Bantuan asing kerap dijadikan alat untuk mengendalikan pelaksanaan kedaulatan Indonesia yang dianggap tidak sejalan dengan negara pemberi bantuan," ujarnya.

Di sisi lain bila Australia mengutak-atik integritas wilayah Indonesia maka pemerintah perlu mengingatkan pemberlakuan Lombok Treaty atau Perjanjian Lombok, yang mewajibkan kedua negara untuk menghormati integritas wilayah masing-masing negara.

"Satu hal yang pemerintah Indonesia harus pertahankan untuk tidak terganggu adalah hubungan baik antar masyarakat kedua negara. Hubungan dengan masyarakat Australia harus diutamakan karena rakyat Australia lah yang mempunyai hak untuk mengganti pemerintahan kelak," jelas dia.

Mana kala pergantian pemerintahan Australia terjadi, maka pergantian pemerintahan itu menurut dia, kerap membawa angin baru dan segar dalam hubungan antarnegara.

Pemerintahan baru akan meninggalkan cara-cara pemerintahan sebelumnya dalam mengelola hubungan dengan Indonesia, dan dipandang tidak memiliki beban sebagaimana pemerintahan sekarang yang secara reguler mengancam pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan eksekusi.

"Publik di Indonesia pun perlu diimbau untuk mempercayakan kepada pemerintah dalam menghadapi reaksi dari pemerintah Australia. Situasi yang tidak diharapkan adalah masyarakat mengambil tindakan sendiri yang tidak bersahabat terhadap warga Australia," ujar dia. 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015