London (ANTARA News) - Pendiri dan Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, Panut Hadisiswoyo, mendapat penghargaan Whitley Award dari Whitley for Nature Fund, sebuah lembaga swadaya internasional di Inggris yang mendukung upaya konservasi alam di seluruh dunia.

Penghargaan diberikan kepada aktivis lingkungan Indonesia itu oleh Putri Anne, keluarga bangsawan Kerajaan Inggris, pada hari Rabu malam, dalam satu upacara yang diadakan di gedung Royal Geographic Society di London.

"Senang dan bangga berhasil mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional," ujar Panut kepada Antara London, Rabu malam usai penerimaan penghargaan yang dihadiri DCM/Wakil Dubes RI untuk Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia, Anita Luhulima.

Panut terpilih menjadi penerima penghargaan Green Oscar serta dana dari The Arcus Foundation sebesar 35 ribu Poundsterling, karena dedikasi yang tiada henti selama 15 tahun menyelamatkan orangutan sumatera dan habitatnya di kawasan ekosistem Leuser di provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Atas dedikasi dan komitmennya, populasi orangutan Sumatera semakin terlindungi dari perburuan dan insiden konflik. Sementara masyarakat lokal mendapat peluang peningkatan ekonomi dan kapasitas melalui kegiatan pelatihan pertanian berkelanjutan, restorasi hutan, patroli pengamanan hutan, pengembangan agroforestry, dan penanggulangan konflik antara manusia dan orangutan.

Walau upaya perlindungan orangutan ini terus dilakukan oleh Panut dan tim nya, namun ancaman terhadap orangutan dan hutan tropis Indonesia masih terus berlangsung. Hal ini karena ekspansi perkebunan ke hutan tropis di Indonesia terus masih terjadi.

Panut menyatakan bahwa penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan atas komitmen terhadap upaya perlindungan orangutan Sumatera dan hutan tropis Indonesia.

Dikatakannya penghargaan ini juga merupakan pesan dan himbaun penting kepada semua pihak di Indonesia terutama pemerintah Indonesia untuk benar-benar menjalankan penghentian (moratorium) pemberian ijin perkebunan di kawasan hutan tropis Indonesia.

Dengan luas perkebunan sawit yang sudah mencapa 10 juta hektar, produksi buah sawit sudah mencukupi untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan internasional. Tragis bila peningkatan luas perkebunan diproyeksikan menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020,  karena berarti tiga juta hektar hutan tropis akan dialihfungsikan menjadi perkebunan selama lima tahun ke depan, katanya.

Sebelumnya, lanjut Panut, selama empat tahun terakhir, Indonesia sudah kehilangan hutan seluas 1,3 juta hektar per tahunnya seiring dengan peningkatan perkebunan sawit di Indonesia. Ini harus dihentikan, bila tidak nasib hutan tropis Indonesian beserta ribuan spesies penting dan keanekaragaman hayati Indonesia akan terancam punah.

Whitley Award merupakan Green Oscar', sebuah penghargaan internasional kepada para pelaku dan aktivis konservasi yang telah memperjuangkan upaya penyelamatan keanekaragaman hayati dan spesies dari kepunahan melalui pendekatan holistik yang melibatkan masyarakat lokal melalui kegiatan pembangunan berkelanjutan dan perlindungan habitat alam.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015