Yogyakarta (ANTARA News) - Unit Pelaksana Teknis Panti Karya Yogyakarta menjalankan program kampanye deteksi dini gangguan jiwa serta menyiapkan manajemen penanganan gangguan jiwa untuk mengatasi tingginya kasus gangguan jiwa di wilayah tersebut.

"Pengenalan atau deteksi dini gangguan jiwa perlu diberikan agar masyarakat mengetahui dan bisa melakukan antisipasi atau penanganan sejak awal apabila ada warga yang mengalami gangguan jiwa," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Panti Karya Waryono di Yogyakarta, Jumat.

UPT Panti Karya, menurut dia, menjalankan program pengenalan deteksi dini gangguan jiwa berdasarkan hasil riset yang menunjukkan bahwa rasio penderita gangguan jiwa di Yogyakarta dan DIY cukup tinggi.

Penderita gangguan jiwa di Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 2,8 persen dari total populasi penderita gangguan jiwa nasional.

Di Kota Yogyakarta, 4.771 orang tercatat berpotensi mengalami gangguan jiwa, 70 persen di antaranya lelaki.

"Faktor penyebab utama seseorang mengalami gangguan jiwa adalah beban ekonomi. Rata-rata penderita pun masih berusia produktif antara 20 hingga 50 tahun," katanya.

UPT Panti Karya Yogyakarta kini menampung 96 penderita psikotik dengan berbagai tingkatan, mulai dari gangguan jiwa ringan hingga berat sehingga perlu dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa di Magelang, Jawa Tengah.

"Sebanyak 12 sudah kami kirim untuk memperoleh pengobatan di RS Jiwa Magelang dan dimungkinkan ada tambahan 23 penderita lagi yang akan ditampung di UPT," katanya.

"Sebagian besar yang ada di panti adalah penderita yang menggelandang dan kemudian ditertibkan oleh petugas Dinas Ketertiban atau kepolisian," katanya.

Namun ada juga penderita yang diserahkan warga atau keluarganya ke panti.

Selain mendapat perawatan medis, para penderita gangguan jiwa tersebut juga mendapat penanganan psikologis dan sosial.

UPT Panti Karya menyiapkan berbagai kegiatan untuk penanganan penderita gangguan jiwa, mulai dari olah raga, bercocok tanam hingga kegiatan hiburan menonton film komedi.

"Kami siapkan tontonan film komedi, bukan film laga karena khawatir mereka justru mengikuti adegan kekerasan yang ada. Film humor yang ditayangkan membantu mereka menjadi lebih bergembira," katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015