Balikpapan (ANTARA News) - Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya M Romahurmuziy (Romy) mengatakan bahwa Indonesia berpotensi menjadi sarang radikalis jika masifnya penyebaran Islam radikal dibiarkan terus menerus tanpa ada proses preventif maupun represif dari pemerintah dan masyarakat.

"Efek dari radikalisme sendiri adalah munculnya pergerakan teroris yang semakin tumbuh subur," kata Romy saat menyampaikan khotbah Jumat di Masjid Raya Attaqwa Balikpapan, Jumat.

Mengutip "Global Terrorism Database" tahun 2013, Romy menyebutkan setidaknya terdapat 678 tindakan yang dikategorikan terorisme di Indonesia yang tercatat sejak tahun 1970-2013.

Menurut Romy, saat ini ideologi radikal Islam disebarluaskan secara masif melalui forum halaqah (seminar), pergerakan maupun media massa yang bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Selain itu, ideologi radikal juga disebarluaskan melalui situs web dan media sosial.

Baru-baru ini atas usul Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 22 situs yang disinyalir menyebarkan paham radikalisme, meski kemudian dipulihkan.

Kemkominfo sendiri juga telah memblokir 70 situs berkonten radikalisme ataupun terorisme.

"Terlepas pro dan kontra dari sikap BNPT terhadap situs-situs radikal tersebut, fenomena ini seharusnya menjadi warning bagi kita agar senantiasa waspada dan tidak mudah terpengaruh ideologi-ideologi radikalisme," katanya.

Romy mengatakan bahwa embrio radikalisme dalam Islam sudah ada sejak ratusan tahun lalu, tepatnya di era khalifah Ali bin Abi Thalib, dengan munculnya kelompok Khawarij. Kemudian pada abad ke-18 muncul gerakan Wahabi. Sedangkan di era kontemporer sekarang ini muncul kelompok ISIS.

"Jika kita cermati, ideologi serta tindakan ISIS ini tentu amat sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Walaupun mereka mengatasnamakan diri pejuang Islam, sejatinya itu jauh sekali dari ajaran Nabi Muhamaad SAW," katanya.

ISIS terjebak pada sebuah pemikiran radikal yang tampaknya masih menjadi sumbu bagi erupsi tindakan perlawanan yang keras, eksklusif, berpikiran sempit, rigid, serta memonopoli kebenaran.

Menurut Romy, faktor selanjutnya yang menguatkan eksistensi kaum radikal adalah kesalahan akan pemahaman dan penafsiran terhadap kata jihad.

Dikatakannya, seorang pakar tafsir yakni Dr Abdul Ghafur menyatakan bahwa mendefinisikan jihad dengan perang fisik sangatlah tidak tepat. Jihad lebih tepat diartikan sebagai bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu sendiri.

"Al Quran berkali-kali menegaskan bahwa jihad bisa dilakukan dengan berbagai cara. Namun intinya bisa dengan jiwa dan harta," kata Romy.

Romy berada di Balikpapan untuk membuka Musyawarah Wilayah VIII PPP Kalimantan Timur dan Muswil I PPP.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015